Ketua Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma. Foto:Media Indonesia |
“Yang bisa menaikan dugaan itu menjadi tersangka itu adalah Kejaksaan Agung. Maka yang lebih bagus menurut saya adalah Kejaksaan Agung yang melakukan prosesnya ke penyidikan,” ungkapnya kepada KBR, Jumat (8/7/2016) siang.
“Sehingga masyarakat dan korban tahu inilah orang-orang yang jadi tersangkanya. Jadi bukan lagi dugaan,” jelasnya.
Feri menambahkan, jika laporan Komnas HAM dinilai kurang, Kejaksaan Agung harus menjelaskan titik kekurangannya sejak lama. Sehingga, bila penyelidikan ulang dilakukan, Komnas HAM tinggal melengkapi poin-poin tersebut. “Selama ini Kejaksaan Agung tidak menjelaskan. Jadi selama ini hanya bolak balik berkas,” jelasnya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memutuskan menyelidiki ulang dua kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Papua dan Papua Barat yakni Wamena 2001 dan Wasior 2003. Komisioner Komnas HAM, Imdadun Rahmat mengatakan, hal itu dilakukan pasca adanya gelar perkara antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM, beberapa waktu lalu.
“Kami melakukan komunikasi dalam tanda petik gelar perkara. Kemudian kita sepakat, Komnas HAM melakukan penyelidikan ulang untuk memperkuat fakta dan bukti-bukti,” kata Imdadun kepada KBR, Kamis (30/6/2016).
Kata dia, dalam penyelidikan ulang ini Komnas HAM bakal menemui pihak TNI dan Polri yang diduga sebagai pelaku. Pasalnya, dalam penyelidikan sebelumnya dua lembaga itu sangat tidak kooperatif dan secara sistematis menghalangi proses penyelidikan.
“Dulu itu tentara secara sistematis menghalangi penyelidikan. Misalnya, melakukan pemanggilan pelaku tak ada dukungan dari TNI. Minim sekali yang bisa dimintai keterangan. Kemudian, saat Komnas HAM mau sewa perahu karena ada satu TKP yang ada di luar pulau terpisah. Sudah deal, tapi kemudian pemilik perahu menolak mengangkut karena diintimidasi aparat,” jelasnya.
Penolakan TNI itu, lanjutnya, membuat hasil penyelidikan Komnas HAM tak maksimal. Namun pasca dibentuknya Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Provinsi Papua dan Papua Barat, TNI dan Polri, mulai membuka diri pada Komnas HAM.
“Setelah pertemuan di Kemenkopolhukam, semua hadir ada Panglima dan Kapolri. Dia mendukung termasuk Kodam Cendrawasih,” imbuh Imdadun. Hanya saja, Komnas HAM baru akan memulai penyelidikan ulang tersebut pasca lebaran. Termasuk menemui pihak-pihak yang diduga pelaku serta ke lokasi-lokasi tempat terjadinya perkara.
“Jadi setelah lebaran akan turun dan Komnas HAM belum bisa membuktikan janji TNI Polri untuk koorperatif terbukti atau tidak,” pungkas Imdadun.
Imdadun menambahkan, jika penyelidikan ulang dua kasus tersebut sudah rampung maka langkah lanjutan berada di Kejaksaan Agung untuk kemudian didorong ke Pengadilan HAM Ad hoc.
Sebelumnya berkas hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus Wasior dan Wamena diterima Kejaksaan 12 tahun lalu atau tepatnya 3 September 2004.
Copyright ©kbr.id
Tanggapan anda, Silahkan beri KOMENTAR di bawa postingan ini…!!!