Dark
Light
Today: July 27, 2024

Komnas HAM: Kebebasan Berekspresi di Papua Dikekang

Komnas HAM: Kebebasan Berekspresi di Papua Dikekang
Polisi sedang menghalangi masa aksi KNPB di Jayapura, Papua 15/08/2016.
Jayapura, Tabloid-WANI — Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menilai bentrokan antara massa Komite Nasional Papua Barat dengan aparat yang merengut nyawa seorang pengunjuk rasa, tidak bisa dilepaskan dari sikap pemerintah yang mengekang kebebasan ekspresi warga Papua.

“Salah satu aspek krusial dalam pelaksanaan tugas pemerintah khususnya di bidang penegakan hukum di provinsi Papua adalah adanya indikasi kuat meningkatnya pengekangan kebebasan ekspresi,” kata Natalius lewat pesan singkat kepada Rimanews.

Komnas HAM, kata Natalius, meminta Polda Papua menghormati Hak Asasi Manusia. “Khususnya menghormati kebebasan ekspresi di Papua,” ujar Natalius.

Harini massa dari Komite Nasional Papua Barat berunjuk rasa memeringati 54 tahun perjanjian New York 1962 yang tentang pemindahan kekuasaan atas Papua barat dari Belanda ke Indonesia.


Seorang demonstran bernama Elmin Kem (27) tertembak di bagian dada. Dia ditembak di Perumnas I Wana, depan asrama Mimika Waena, pukul 10.00 WIB.

Polisi juga menangkap ratusan pendemo lain dan menahannya di Polres Jayapura.

Tokoh Papua Pendeta Frans Ansanay mengatakan, bentrokan hari ini merupakan akumulasi kekecewaan warga Papua yang dipendam sejak lama.

“Ini kalau dibiarkan akan terus menerus terjadi. Bakar ban, kayu yang jelas ketertiban akan terganggu. Ini kekecewaan yang sudah lama, sudah beberapa yang lalu,” ungkap Frans kepada Rimanews.

Dia menjelaskan, ada beberapa persoalan di bumi cenderawasih yang bisa menyulut bentrokan.
Berlarut-larutnya penyelesaian isu pelanggaran HAM oleh pemerintah pusat.

“Mereka melihat secara langsung bagaimana orang tua mereka disiksa, dan ini membekas, dan pelanggaran HAM ini akan terus digulirkan. Pelanggaran HAM belum tuntas hingga sekarang,” ujarnya.

Selain itu, kesenjangan ekonomi, dan sosial di Papua juga tinggi. “Kesenjangan ditambah lagi adanya anggapan tentang kemerdekaan tahun 1962 membuat Papua bergejolak. Iklim politik juga tidak mendukung. Banyak putra daerah yang tidak menjadi pemimpin di Papua,” kata dia.

Frans mengaku pernah menyampaikan solusi kepada Presiden Joko Widodo untuk mengatasi gejolak di Papua. Pada tahun 2014, Frans bilang ke Jokowi, solusi utama adalah memekarkan wilayah Papua menjadi tujuh provinsi.

“Papua bisa merdeka mungkin saja,kalau dibiarkan. Ingat kepentingan internasional ada di Papua. Freeport itu dikendalikan berapa negara? kalau mereka ingin Papua lepas dari Indonesia, bisa apa pemerintah?” kata Frans.

Copyright ©RimaNews


Tanggapan anda, Silahkan beri KOMENTAR di bawa postingan ini…!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published.