Demo Mahasiswa di Halaman DPR Papua Lalu, Menuntut Penyelesaian Kasus Penembakan Warga Sipil di Paniai pada 8 Desember 2014. |
Jayapura, WANI/Jubi – Legislator Papua, Laurenzus Kadepa menilai Tim Ad Hoc yang dibentuk Komnas HAM RI beberapa waktu lalu untuk mengusut penembakan yang menewaskan empat siswa SMU di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten Paniai, 8 Desember 2014 telah gagal.
Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM itu mengatakan, tim Ad hoc bentukan Komnas HAM bisa disebut gagal. Hingga kini tak ada hasil. Korban dan keluarga korban masih menanti keadilan untuk mereka.
“Masa kerja Tim Ad hoc apakah sudah berakhir atau seperti apa? Tapi hingga kini belum ada hasilnya. Kalau memungkinkan dibentuk Tim Ad hoc baru yang beranggotakan orang-orang yang benar-benar dipercaya masyarakat Papua umumnya dan Paniai khususnya. Harus orang independen. Kalau Komnas HAM dan Pemerintah Indonesia tak mampu menyelesaikan kasus Paniai berdarah, sebaiknya berikan kesempatan kepada tim dari Pasific Island Forum (PIF) untuk melakukan investigasi,” kata Kadepa kepada Jubi, Senin (5/9/2016).
Menurutnya, Presiden Jokowi harus membuka ruang kepada PIF untuk mengirim tim melakukan investigasi. Apalagi beberapa waktu lalu PIF berencana mengirim tim pencari fakta ke Papua untuk menginvestigasi berbagai dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua.
“Saatnya Presiden Jokowi membuka ruang kepada Tim Pasific untuk melakukan investigasi kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua termasuk kasus Paniai berdarah. Jangan selalu melihat dari sisi politik. Namun bagaimana korban dan keluarga korban yang juga warga negara bisa mendapat keadilan,” ujarnya.
Katanya, korban dan keluarga korban selama ini sudah berupaya mencari keadilan, termasuk melalui Komnas HAM RI. Namun tak juga ada titik terang. Korban dan keluarga korban hingga kini masih menanti kapan keadilan itu mereka dapatkan.
“Terlepas dari kepentingan politik, masyarakat harus mendapat keadilan dari semua proses ketidakadilan yang mereka kepada mereka sebagai warga negara. Saya pikir bagus kalau tim PIF ke Papua agar bisa melihat langsung kondisi Papua dan seperti apa perkembangan Papua serta bagaimana keseriusan Pemerintah Indonesia membangun Papua,” katanya.
Dikatakan, apapun alasannya, apakah karena kepentingan negara, politik dan lainnya, jika Pemerintah Indonesia melalui berbagai institusi dan lembaga negara tak mampu mengungkap kasus Paniai, jangan dipaksakan.
“Kalau pihak Jakarta selalu menolak tim dari negara lain, termasuk Tim PIF, justru akan menimbulkan pertanyaan besar. Jadi jangan semua hal mengenai Papua dilihat dari sisi politik. Bagaimanapun masyarakat harus mendapat keadilan dari negara. Korban dan keluarga korban siap menerima tim dari manapun asalkan mereka bisa mendapat keadilan,” imbuhnya.
Tim Ad Hoc dibentuk berdasarkan surat Ketua Tim Pelanggaran HAM Berat Paniai Nomor 009/TPPH/Paniai/III/2016 pada 28 Maret 2016. Surat tersebut dilampirkan dengan Surat Keputusan Komisi Nasional HAM Nomor 009/Komnas HAM /III/2016 tertanggal 1 Maret 2016 tentang Pembentukan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai. Namun hingga kini tak kunjung ada hasil dari tim ini seperti yang diinginkan korban dan keluarga korban.
Salah satu anggota Tim Ad Hoc, Yan Warinussy yang merupakan pengacara HAM dan Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat juga menyatakan mengundurkan diri dari tim.
“Surat pengunduran diri tersebut saya tujukan kepada Ketua Komnas HAM RI di Jakarta,” kata Yan Warinussy kepada Jubi pertengahan Agustus lalu.
Alasan Warinussy mengundurkan diri lantaran ia tak pernah tahu perkembangan kerja-kerja tim Ad Hoc. Selain itu, komunikasi antara sesama anggota tim maupun ketua tim cenderung tak terbuka.
“Tanggungjawab tim ini sangat berat. Harapan masyarakat juga sangat besar. Kasus ini sudah hampir dua tahun lamanya. Demi kepentingan penegakan hukum dan perlindungan HAM bagi seluruh rakyat Papua, terutama keluarga korban kasus Paniai, saya mengundurkan diri dari tim ini,” ucapnya.
Sebelum Warinussy mengundurkan diri, salah satu anggota Tim Ad Hoc kasus Paniai berdarah, Budi Hernawan telah lebih dulu mundur dari tim. Alasannya sama, tak ada komunikasi yang transparan dalam tim itu. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI
Tanggapan anda, Silahkan beri KOMENTAR di bawa postingan ini…!!!