Para aktivis WPNA memberikan keterangan pers di Jayapura, Sabtu, (19/11/2016). |
Jayapura — Eksekutif Negara Republik Federal Papua Barat ( NRFPB) , Frans Kapisa mengatakan, pihaknya mendukung penuh keputusan Negara-negara Melanesia untuk menetapkan status Papua sebagai anggota penh dalam Melanesia Spearhead Group (MSG).
Dia juga menegaskan bahwa Perserikatan Bangsa-bangsa(PBB) harus memutuskan dan melaksanakan Self Determination serta segera mengintervensi Papua Barat demi kemanusiaan.
“Itu adalah upaya koalisi Pasifik untuk mengangendakan Papua Barat kembali ke Komisi Dekolonisasi PBB. Sehingga, kami memohon dengan baik kepada pemerintah Indonesia agar mengakui kedaulatan bangsa Papua Barat dengan membuka babak baru. Agar ke depan kedua negara tetap hidup berdampingan menata masa depan yang lebih baik,” kata Kapisa kepada, Sabtu (19/11/2016)
Sementara itu aktivis West Papua National Authority (WPNA) menyindir pemerintah pusat di Jakarta apa yang sedang dilakukan di tanah Papua melalui pendekatan pembangunan guna membungkam serangkain kasus kekerasan sejak tahun 1961 hingga sampai 2016.
Aktivis WPNA, Sius Ayomi mengatakan, akar persoalan konflik dan kekerasan di atas tanah Papua adalah 19 Desember 1961. Di mana Presiden Soekarno dengan dengan sikap ambisius menggugurkan embrio Negara Papua Barat yang ditetapkan 1 Desember 1961.
“Masalah Papua haruskah diselesaikan dengan pendekatan pembangunan? Serta pembentukan tim terpadu pelanggaran HAM buatan pemerintah Indonesia? Apakah itu memberikan rasa adil bagi orang asli Papua pemlik sah tanah Papua Barat ini? Tidak! Lewat konggres rakyat Papua III dan ULMWP ini menunjukan bahwa bagsa Papua telah siap dan mampu untuk bangkit memimpin dirinya sendiri di segala aspek hidup. Iman, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,” tutur Sius Ayomi.
Menurut dia, Komando Trikora 19 Desember 1962 adalah awal kejahatan kemanusiaan pemerintah Republik Indonesia di atas tanah Papua Barat.(*)
Copyright ©Tabloid JUBI