Aksi mogok karyawan PT Freeport Indonesia pada bulan April lalu – Foto: Dok. Jubi. |
Jayapura — Perseteruan antara karyawan dan perusahaan tambang emas terbesar di dunia, Freeport McMoran semakin sengit. Karyawan perusahaan ini mengatakan Freeport telah menihilkan masa depan kesehatan para pekerja dan anak-anak mereka karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan beberapa waktu lalu.
ABC merilis satu serikat pekerja global telah datang ke Jakarta untuk melobi pemerintah Indonesia agar membantu para pekerja menyelesaikan perselisihan mereka. Ada sekitar 4000 pekerja yang telah di PHK oleh Freeport sejak tahun lalu.
Ribuan pekerja ini mengaku di PHK karena terlibat dalam aksi mogok karena situasi tidak menentu di perusahaan tersebut sejak berseteru dengan pemerintah Indonesia soal perpanjangan izin tambang.
Freeport mengatakan bahwa pekerja tersebut dianggap mengundurkan diri karena mereka melanggar kontrak kerja mereka.
Andrew Vickers dari The Construction, Forestry, Mining and Energy Union (CFMEU) Australia mengatakan bahwa pendidikan untuk anak-anak pekerja, dan hak kesehatan telah ditarik oleh Freeport.
“Kami telah melihat kasus orang-orang yang dipulangkan dari rumah sakit sebagai konsekuensinya. Secara tragis kami diberitahu bahwa 10 orang telah meninggal setelah ditolak oleh rumah sakit karena kurangnya cakupan layanan kesehatan (dari perusahaan),” kata Vickers, dikutip ABC.
“Kami juga mengerti bahwa tanpa jaminan pendapatan, bank-bank menyita hipotek. Ini adalah situasi yang sangat tragis yang terjadi di West Papua sebagai konsekuensi dari perselisihan perburuhan ini,” lanjutnya.
Vickers mengatakan bahwa ini adalah pelanggaran “mengerikan” terhadap hak asasi manusia dan para pekerja.
“Dalam kasus PT Freeport, di sekitar tambang Grasberg ,West Papua, perusahaan memiliki begitu banyak kekuatan dan begitu banyak kontrol,” kata Adam Lee dari IndustriALL Global Union, yang juga telah melakukan perjalanan ke Jakarta.
“Situasi ini benar-benar bisa mempengaruhi sekolah sehingga anak-anak para pekerja tidak bisa mendapatkan pendidikan,” tambahnya.
Serikat pekerja telah menuntut akses ke lokasi tambang untuk mendapatkan informasi yang lebih baik dan lebih jelas tentang semua dampak dari apa yang dilakukan perusahaan.
“Sayangnya, perusahaan tidak memberi izin kepada serikat pekerja atau media untuk naik ke sana,” jelas Lee.
Juru bicara Freeport Riza Pratama mengatakan kepada ABC bahwa pekerja tersebut dianggap telah mengundurkan diri dan perusahaan tidak berkewajiban untuk terus menggaji mereka, termasuk memberikan biaya sekolah untuk anak-anak mereka. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com