Tokoh perempuan Deiyai, Anni Mote (tengah), dalam suatu pertemuan di Waghete, Deiyai – Foto: Abeth You. |
Deiyai — Menyikapi berbagai rentetan pembunuhan kepada orang asli Papua (OAP) terutama anak-anak muda di wilayah Meepago disikapi serius oleh tokoh perempuan Deiyai, Anni Mote. Ia menegaskan, tanpa TNI, Polri, dan Brimob rakyat Deiyai aman dan tidak pernah ada pertumpahan darah.
“Tolong selamatkan anak-anak saya yang tersisa ini. Saya tidak ingin anak-anakku mati sia-sia di negerinya sendiri. Mereka dibunuh mati oleh senjata (alat negara-Red) seakan anak-anakku ini teroris,” kata Anni Mote, kepada Jubi, di Waghete, Jumat (18/8/2017).
Anni yang juga kakak dari Almarhum Alpius Mote, korban penembakan Brimob di Waghete tahun 2013, menjelaskan sejak itu pihaknya telah ‘mengusir’ satuan Brimob dari Polsek Tigi dan kembalikan ke Polres Paniai, dengan enam buah truk beserta seluruh atributnya.
“Tapi sakarang Brimob kembali ke Deiyai. Ini ada apa, mereka tidak punya urat malu kah,” ujarnya.
Seruan tersebut, menurut Mote, disampaikann kepada Bupati Deiyai sebagai kepala daerah agar segera mencabut izin operasi PT Putra Dewa Paniai dan PT Dewa Kresna yang selama ini menjadi biang sejumlah kekerasan.
“Sejak tahun 2013, saat adik saya (Alpius Mote-Red) dibunuh oleh Brimob di Waghete, kami sudah pulangkan Brimob ke Paniai dan sudah sepakat Brimob tidak boleh lagi ada di Deiyai. Toh, sekarang mereka ada lagi. Baru, bikin kasus yang sama di Oneibo hingga tewaskan Yulianus Pigai lagi. Apakah orang-orang begini mesti dipertahankan?,” tegasnya bertanya.
Oleh karena itu, ia menyerukan semua komponen satukan langkah untuk mengusir Brimob dari muka bumi Deiyai agar negeri Tigi tetap aman.
“PT Dewa menjadi dalang konflik. Perusahaan ini yang bawa Brimob ke Deiyai. Mereka dua harus lipat tikar dan tinggalkan Deiyai bahkan Meepago. Mereka sudah tidak cocok tinggal dengan kami,” katanya.
“Ya, kita pakai istilah cerai saja. Kalau dia bunuh-bunuh terus, kita bubar karena dia tidak mau kami yang pemilik ulayat ini. Seluruh elemen sudah sepakat 100 persen agar Brimob dan Dewa harus angkat kaki,” kata Mote menambahkan.
Senada juga dikatakan tokoh perempuan lainnya, Simpo Badii. Menurut dia, mereka lahirkan anak laki-laki bukan untuk dibunuh dengan brutal. Sebab, mereka adalah pengganti orang tua di masa mendatang.
“Kami ini rugi, sangat rugi. Anak-anak kami ini dibunuh macam binatang. Kami lahirkan anak-anak ini bukan untuk aparat keamanan datang bunuh begitu saja. Kami sakit hati,” kata Simpo Badii.
Ditambahkan, yang berhak mencabut nyawa orang hanya Tuhan Allah. Sebab Dia-lah yang menciptakan manusia di muka bumi.
“Kalau bunuh macam begini hukumannya sangat berat. Itu dobel dua kali, hukuman di dunia dan di akhirat,” pungkasnya. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com