Marinus Yaung (kiri). |
Jayapura — Terkait mencuatnya isu petisi dukungan Papua merdeka pada sidang PBB beberapa waktu lalu, dan disebutnya pihak PBB dalam hal ini Ketua Komite Khusus Dekolonialisasi PBB (C-24) Rafael Ramirez tidak akan menerima petisi itu.
Akademisi Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih (Uncen), Marinus Yaung menyebutkan, adanya isu ini maka Pemerintah Indonesia harus lebih berhati-hati.
“Bahasa politik itu bersayap, jadi harus hati-hati, kita harus melihat gestur dan cara berbicara Bapak Ramirez,” kata Marinus Yaung, yang juga telah dikirimi rilis PBB Komite Khusus Dekolonialisasi, melalui pihak Kemenlu, Senin (2/10/2017).
Menurutnya, politik semacam itu yang diwaspadai adalah gerakan diam-diam atau yang disebutnya bawah meja. Pasalnya kata Marinus, dari sumber terpercayanya di New York, menyebut pihak Ramirez telah menunjuk tim untuk bertemu langsung dengan Beny Wenda.
“Gerakan diam-diam bawah meja itu yang harus diwaspadai. Karena saya mendapat informasi, bahwa Ramirez menunjuk tim untuk bertemu Beny Wenda, dan Menerima petisi itu,”katanya.
Marinus mengutarakan, jika pihak Menlu meminta saran terkait permasalahan isu dukungan 1.8 juta penduduk Papua mendukung Referendum.
“Saya juga sudah sampaikan kepada pihak Menlu, Indonesia jangan lengah dalam mengantisipasi lobi-lobi seperti ini. Perlu politikus yang betul-betul berkompetisi dalam hal Papua, yang bisa berbicara di dewan PBB,” terangnya.
Dikatakan, jika permasalahan Papua tidak ingin mencuat di PBB, maka harus dilakukan komunikasi intensif dengan pihak PBB lagi, sehingga isu tidak bisa masuk dan berkarya bebas.
“Oleh karena itu tempatkan orang-orang yang berkompetisi dengan masalah Papua, jangan tarik orang yang tidak paham dan asal bicara. Jangan lagi kecolongan, jangan sampai seperti pengalaman lalu, yang di PIF, kan jebol juga,” katanya.
Marius bahkan menyebut, pihak Menlu gagal dalam mengantisipasi isu Papua Merdeka di dewan PBB. “Ini juga teguran keras untuk orang di Kementerian Luar Negeri, mereka ini juga gagal untuk mengantisipasi isu Papua sampai masuk ke PBB,” ucapnya.
Seperti diberitakan The Guardian, tokoh Separatis Papua Beny Wenda mengaku telah menyerahkan petisi 1.8 juta penduduk Papua ke Komite Khusus Dekolonialisasi PBB. Menyebutkan petisi diselundupkan ke desa-desa untuk menghindari penangkapan aparat.
Lalu apakah petisi itu benar, sedangkan jaringan komunikasi ke pelosok Papua masih sangat sulit. Beny Wenda pun dituding berbohong dan membuat petisi hoax. Tidak hanya sekali, pihak Beny Wenda telah melakukan pembohongan publik beberapa kali.
Copyright ©Sindo News “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Apakah Marinus young tidak tahu, klo indonesia itu sudah lengah…? Kenapa Petisi minta referendum itu bisa lolos sampai di komite khusus Dekolonisasi (UN-C24)? Apakah itu bukan namanya Indonesia sudah lengah?
Kira2 senior kami KK marinus young ini tra lihat penindasan negara jd ingatkan negara untuk menindas lagi karena? #kasihan sekali org se####
Perjuangan bangsa Papua di pulau New Guinea bagian barat (West Papua) itu perjuangan suci dan mulia. Barang siapa yang bermotifasi jahat akan dibutahkan oleh Kebenaran, dan itu telah terbukti sekarang melalui Petisi yang sekarang sudah ada di PBB.
Marinus Young dia tidak salah! Sikap dia sudah benar, karena dia merupakan antek dari Indonesia.