Foto: Ketua DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH, MH. |
Jayapura — Ketua DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH, MH menilai Pemerintah Pusat tidak mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua. Karena sejak tahun 60-an hingga saat ini kasus Pelanggaran HAM tidak dapat diselesaikan.
“Kasus pelanggaran HAM itu tidak bisa dipandang sebelah mata, karena kasus pelanggaran itu bukan persoalan Negara mana mau mendukung, tapi kasus pelanggaran HAM itu universal. Ini persoalan kemanusiaan dan hak hakiki orang untuk hidup,“ kata Yunus Wonda kepada Wartawan saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (5/10/17).
Menurut legislator Partai Demokrat ini, selama masih terus terjadi penembakan, maka isu pelanggaran HAM di Papua akan terus ada dan tidak akan pernah berakhir.
Untuk itu, kata Yunus Wonda, harus bisa meminimalisir kondisi realita yang ada di Papua, terutama dengan mengingatkan kepada pimpinan keamanan baik Kapolda Papua maupun Pangdam XVII/Cenderawasih untuk terus mengingatkan kepada anggota mereka yang bertugas di seluruh Papua agar dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal di luar dari peri kemanusiaan.
“Bicara HAM itu berbicara persoalan kemanusiaan, dan bicara pelanggaran HAM itu universal, jadi tidak ada satu orang pun di dunia ini bisa menghalangi itu. Namanya pelanggaran HAM tentu harus ada perbedaan, jadi tidak semua kasus di Papua itu selalu kita mengarah kepada pelanggaran HAM,” ujarnya.
Namun, kata Yunus Wonda, ketika pelanggaran HAM itu bisa dijustifikasi sebagai pelanggaran HAM, tentu secara kasat mata akan dibilang itu pelanggaran HAM. Tetapi ketika itu dalam proses-proses hukum, tentu akan dibedakan pelanggaran HAM berat dan ringan.
Untuk itu tandas Yunus Wonda, diminta kepada aparat yang bertugas dalam hal ini oknum-oknum yang bertugas, jangan sampai ada persoalan hukum yang membuat nama institusi terbawa.
“Kita meminta kepada seluruh anggota aparat kita bahwa setiap pos-pos dimana saja agar bisa menahan diri, tidak harus sampai mengeluarkan tembakan, apalagi menghilangkan nyawa seseorang. Karena akibat ulah oknum-oknum tersebut, nama institusi jadi terbawa,” tandasnya.
Bahkan Politisi berlambang Mercy ini berharap dalam rekrutmen TNI/Polri di Papua, harus diajarkan budaya dan karakter orang di Papua ini supaya tidak salah menerjemahkan itu.
“Jangan sampai kita menerjemahkan sesuatu tapi ternyata bukan arahnya kesana dan maknanya ke sana. Tapi akibat kita salah menerjemahkan sesuatu akan jadi konflik. Untuk itu, perlu diberikan pembekalan kepada anggota yang bertugas di daerah-daerah,” pintanya.
Apalagi kata Wonda, anggota yang dikirim langsung dari luar Papua, tentu tidak mengerti budaya, adat istiadat dan karakteristik orang Papua, sehingga harus belajar terlebih dahulu sebelum bertugas.
“Ini untuk menghindari konflik Papua, mungkin di daerah-daerah lain isunya akan hilang begitu saja, tapi kondisi di Papua tidak. Sehingga jika terjadi penembakan itu, isunya akan santer yang luar biasa di internasional,” terangnya.
Baca ini: Marinus Yaung: Indonesia Jangan Lengah Terkait Isu Papua Merdeka di PBB
Menurutnya, kondisi yang terjadi di luar tentang Papua, semua berawal dari pelanggaran HAM. Untuk itu, ia minta kepada aparat agar berhenti melakukan penembakan.
“Sebab orang Papua itu bukan kelinci percobaan, kita ini tidak ada di jalur Gaza, kita ada di Negara yang demokratis. Negara yang berikan hak-hak hidup, Negara yang berikan kewenangan untuk hidup orang Papua dan semua orang hidup diatas tanah ini,” imbuhnya.
Dikatakan, memang kekurangan Komnas HAM selama ini terbentur dengan masalah dana. Mereka tidak punya cukup anggaran yang besar untuk melakukan investigasi di lapangan, karena seringkali mereka melakukan investigasi tapi tidak mampu karena anggaran mereka tidak ada.
Seharusnya sambung Yunus Wonda, pemerintah pusat harus menseriusi itu karena ini menyangkut masalah universal, masalah hak hidup orang diatas Negara ini.
“Disini tanda bahwa pemerintah tidak serius mengurus kasus Pelanggaran HAM di Indonesia khususnya di Provinsi Papua, “ tegasnya.
Ia menambahkan, Kalau memang pemerintah mau serius menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di seluruh Indonesia dan khususnya Papua, maka pemerintah juga harus mengatur anggarannya.
“Anggaran itu yang menentukan, kalau anggarannya saja sedikit lalu bagiamana Komnas HAM mau bekerja dengan baik dan turun ke tempat kejadian untuk melakukan investigasi. Ini kelihatan bahwa pemerintah tidak serius untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya di Papua, “ tutup Yunus Wonda.
Baca juga: Legislator Papua : tarik Brimob dari wilayah pegunungan Papua
Copyright ©Pasific Pos “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com