“Hak politik bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri dihancurkan melalui Trikora 19 Desember 1961,” kata Janua Adi, anggota AMP komite kota Semarang, saat menggelar aksi di depan Universitas Kristen Satya Wiyata (UKSW) di Kota Salatiga, Rabu (15/11/2017).
Ia menjelaskan pemerintah menggunakan militer memaksa rakyat Papua dengan intimidasi dan kekerasan yang menimbulkan kematian. “Bahwa 1.026 orang Papua dalam dewan musyawarah Pepera 1969 harus memilih bergabung dengan Indonesia dengan ancaman kematian,” kata Janua, menambahkan.
Dalam orasi politiknya mahasiswa Papua mengutuk penggadaian hak menentukan sendiri bangsa Papua demi kepentingan mengeruk kekayaan alam Papua.
Bernardo Boma, anggota AMP lainnya menyatakan motif ekonomi dan kepentingan asing melalui kolonialisme dan perampokan kekayaan alam Papua. Kondisi itu juga menimbulkan rentetan pelanggaran HAM dan persoalan sosial lain.
“Freeport Indonesia adalah akar persoalan. Dia hadir sebelum bangsa Papua menentukan pilihannya, dua tahun sebelum Pepera 1969,” kata Bernanrdo.
Sejak itu pelanggaran HAM dan pembunuhan masif dibuat untuk menutup aspirasi bangsa Papua yang ingin merdeka. Ia menuding sejarah pplitik Papua telah dimanipulasi dan menimbulkan sejarah.
“Solusi demokratik bagi bangsa Papua hanyalah menentukan nasib sendiri. Dengan begitu, maka bangsa Papua akan punya kesempatan untuk mementukan pilihan pplitik secara bebas,” katanya. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com