Gambar: Rakyat West Papua menuntuk Hak Penentuan Nasib (Self-Determination) di Papua. (ist). |
Oleh: Otis Tabuni)*
A. Pendahuluan
Sejak tumbangnya komunisme di Uni Soviet dan negara-negara sosialis lainnya di Eropa Timur pada akhir tahun 1990an, telah memberikan isyarat bagi berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur dan sekaligus telah berpengaruh terhadap hubungan antarnegara dan mempunyai dampak dalam tatanan hukum internasional. Namun, di pihak lain perubahan-perubahan yang cepat dan mendasar semacam itu juga telah menimbulkan fenomena-fenomena baru seperti timbulnya pertentangan etnis di banyak negara yang dapat memporak-porandakan kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah negara dan kemudian memicu terjadinya disintegrasi atau terpecah-pecahnya negara.
Sebagai Contoh: Uni Soviet yang kini telah terpecahpecah menjadi 15 negara dengan personalitas hukum yang baru. Termasuk juga apa yang telah terjadi di bekas Negara Republik Demokrasi Sosialis Yugoslavia yang kini telah terpecah menjadi lima negara baru seperti Serbia dan Montenegro, Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Macedonia, belum lagi yang terjadi di bekas Negara Cekoslovakia yang kemudian menjadi Republik Ceko dan Republik Slovakia.
Hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan suatu prinsip hukum internasional yang dapat ditemukan sebagai norma dalam berbagai perjanjian internasional, seperti Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) yang memuat tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tertentu dan hak ini menyatakan bahwa semua negara (all states) atau bangsa (peoples) mempunyai hak untuk membentuk sistem politiknya sendiri dan memiliki aturan internalnya sendiri; secara bebas untuk mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri; dan untuk menggunakan sumber daya alam mereka yang dianggap cocok. Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak dari suatu masyarakat kolektif tertentu seperti untuk menentukan masa depan politik dan ekonominya sendiri dari suatu bangsa, tunduk pada kewajibankewajiban menurut hukum internasional.
Isu Kemanusiaan menjadi senjata paling mapuh dalam mewujudkan upaya penentuan nasib sendiri. Sejarah panjang kejahatan dan penderitaan bagi miliaran penduduk dunia melahirkan kesadaran baru dalam memutuskan segala bentuk kejahatan yang dialaminya. Setelah perang dunia ke II, mulai muncul gagasan hak penentuan nasib sendiri telah dimulai sejak negara-negara yang mengalami penjajahan terutma di benua Asia dan Afrika untuk memperoleh hak kemerdekaan untuk membebaskan diri dari penjajahan. Hak menentukan nasib sendiri kemudian hak tersebut menjadi bagian dari hak asasi manusia untuk mengatur aspek hak sipil politik, ekonomi sosial dan budaya dan hak-hak lainnya.
Gelombang tuntutan untuk perlindungan HAM dalam konteks hukum international merupakan usaha masyarakat international yang dilakukan untuk memberikan perlindungan secara maksimal terhadap HAM.
B. Definisi Penentuan Nasib Sendiri (Selft Determination)
Penentuan Nasib Sendiri ialah hak suatu bangsa dalam menentukan sikap apakah akan merdeka lepas dari ikatan dengan negara mana pun atau sebaliknya3. Pengertian hak untuk menentukan nasib sendiri (the rights of self determination) dapat dijelaskan dalam dua arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak dari suatu bangsa dalam sebuah negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri dan hak demikian sudah diakui dalam hukum internasional sedangkan Kedua, hak menentukan nasib sendiri dapat berarti sebagai hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang merdeka. Konsep self determination ini menjadi perhatian serius oleh PBB ketika pada tanggal 26 Juni 1945 Piagam PBB ditandatangani di SanFransisco.
Hak penentuan nasib sendiri (The Right of Self Determination) oleh suatu bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis di abad ke delapan belas. Hak ini berkembang sejalan dengan perkembangan politik dunia, permasalahan etnis, dan pemberontakan dari etnis di Amerika dan Eropa.
C. Hak Kemerdekaan Bangsa Jajahan
Hukum Internasional tentang hak bangsa-bangsa yang terjajah untuk penentuan nasib mereka sendiri telah ditetapkan setegas-tegasnya dalam Resolusi 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pada tanggal 14 Desember 1960, dengan sebutan “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah” (Decleration surl octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux). Kedudukan hukum dari resolusi ini telah disahkan kembali oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice), tanggal 21 Juni 1971. Dalam keputusannya, secara tegas menyatakan bahwa, penentuan nasib sendiri adalah hak dasar dari segala bangsa yang terjajah oleh sebab itu, segera dapat mengakhiri segala bentuk peraktek penjajahan atas bangsa sesuai Resolusi 1514. Pasal 5 Resolusi Nomor 1514 (XV) menyatakan bahwa untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa dan penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apapun, menurut kemauan dan kehendak mereka sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.
Resolusi 2625 (XXV) PBB, pada tanggal 24 Oktober,1970, menguatkan kembali Keputusan keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa yang terjajah, di antaranya;
- Mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan dan meminta bantuan PBB dalam urusan pemberian kemerdekaan bagi bangsa yang dijajah selama itu;
- Melarang semua negara memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa- bangsa yang terjajah dalam menentukan nasib diri bagi mereka untuk mencapai kemerdekaan yang abadi;
- Memberikan kebebasan dan kekuasaan kepada segala bangsa yang terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk menghalanghalangi tuntutan dan hak mereka pada perjuangan penentuan nasib sendiri dan merdekasecara politik
- Bangsa terjaja mempunyai hak untuk mendapat bantuan dunia international khususnya PBB dalam perjuangan dan proses penentuan nasib sendiri;
Dengan itu, maka Kedaulatan atas tiap-tiap negeri dan wilayah-wilayah jajahan itu tetap berada ditangan suku bangsa itu sendiri dan tidak dapat dipindahpindahkan atau serahkan oleh siapapun atau kepada siapapun juga. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membuat sebuah keputusan untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang terdapat dalam keputusan 2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan dinamakan sebagai suatu kejahatan Internasional dan oleh sebab itu mendesak kepada perserikatan bangsa –bangsa, Negara-Negara pendiri dan penganut demokrasi dan hak asasi manusia untuk membahas dan memutuskan nasib dan masa depan sebagai hak yang mulak dan mengikat. Pada prosesnya berdasarkan resolusi PBB Nomor 3314 (XXIX) tanggal 14 Desember 1974 pada SUPBB menyatakan secara tegas melarang semua negara menggunakan kekerasan terhadap bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib sendiri. Resolusi ini menegaskan bahwa Kewajiban negara-negara jajahan supaya tidak mempergunakan senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan penentuan nasib sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah mareka.
Pasal 9 dari resolusi diatas ditegaskan kembali bahwa tidak ada suatupun dalam ketentuan ini yang dapat mengurangi kemutlakan akan hak penentuan nasib sendiri, dan hak kebebasan dan kemerdekaan dengan prinsip – prinsip PBB.
Mahkamah International untuk Bangsa-Bangsa (Tribunal Permanent des Peuples), Roma, dalam Keputusannya tanggal 11 November 1979 telah menyatakan bahwa pejuang kemerdekaan yang berperang mengusir tentara-pendudukan asing dari bumi mereka mempunyai hak untuk dilindungi keselamatan mereka (Geneva Convention) tahun 1949, kemudian diperbaharui pada tahun 1977, yakni jika para pejuang ini tertangkap atau menjadi tawanan perang, maka mereka diberikan status sebagai tawanan perang dari negara-negara berdaulat yang mempunyai perlindungan hukum berdasarkan Piagam PBB (United Nations Charter), Pernyataaan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan konvenan international tentang hak-hak masyarakat pribumi lainnya telah mengakui hak setiap bangsa untuk merdeka, dan hak atas kekayaan alam, atas kehidupan ekonomi, kebudayaan, dan lainnya seperti yang dinyatakan dalam konvensi masyarakat pribumi pada pasal 3 dan seterusnya.
D. Penentuan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua
UUD 1945 Memberikan Gransi Kemerdekaan Bagi Bangsa Papua dalam nyatakan keinginan hak politiknya secara mutlak. Setiap bangsa memiliki hak untuk merdeka secara politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya sehingga peraktek penjajahan oleh bangsa kepada bangsa yang di jajahnya adalah pelanggaran multi dimensi. Pernyataan ini secara holistik dinyatakan dalam kontitusi NRI pada pembukaan proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam Undang – Undang Dasar Negara Rebuplik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) dengan menyatakan “BAHWA sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Pernyataanini kemudian disampaikan kembali pada Konfrensi Asia Afrika di Bandung sejak 18 -24 April 1955, di Gedung Merdeka, BandungIndonesia. Pada kesempatan itu, seluruh delegasi yang hadir pada konfrensi tersebut mennyandari bahwa Mereka adalah bangsa yang sedang mengalami peraktek penindasan oleh bangsa Eropa dan Amerika Serikat. Terbukti setelah terselenggarahnya KAA tersebut, tidak sedikit bangsa yang mengalami Kemerdekaan, terutama di benua Afrika.
Bangsa Papua mendapat hak Politik penentuan nasib sendiri dan memerdeka secara demokratis dan bebas berdasarkan gagasan kontitusi RI.
Penegasan proklamasi RI alinea pertama merupakan penghapusan segala bentuk peraktek klonialisme oleh bangsa yang merdeka terhadap bangsa yang menginginkan kemerdekaan. Cita-cita mulia bangsa Indonesia itu kemudian dihancurkan demi menerapkan watak peraktek yang tertanam di otaknya. Gagasan mulia pendiri negara Indonesia yang memikirkan nasib dan masa depan bangsa jajahan yang masih terblenggu dibawah penindasan penjajahan ini mendapat restu bangsa–bangsa di dunia.
E. Sejarah Manipulasi Indonesia Atas Papua
- Status hukum Pepera dan menyimpulkan bahwa PEPERA merupakan PELANGGARAN hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua dalam hukum internasional’
- Penyerahan Administrasi dari UNTEA ke RIS merupakan suatu kejatan tidak biasanya oleh badan PBB dalam sejarah penentuan nasib sendiri bagi setiap bangsa berdasarkan mekanisme hukum international;
- Perjanjin New York adalah perjanjian se pihak;
- Perjanjian new York yang membahas Act of Free Choice di ubah berdasarkan Roman Agreement 30 September 1962. Sebagai bukti Memmorandum of Rome (30 September 1962) dan The Rome Joint Statement (20 – 21 Mei 1969). Dalam Memorandum ini tertulis bahwa:
Possibility to delay or to cancel The Act of Free Choice set for 1969 by the New York Agreement. (Artinya : Kemungkinan menunda atau membatalkan Pepera 1969 sesuai Perjanjian New York) ;
- Indonesia to occupy West Papua for 25 (twenty five years only, commencing May 01, 1963) [Artinya : Indonesia akan menduduki West Papua selaam 25 tahun (duapuluh lima tahun saja, mulai dari 1 Mei, 1963]
- The execution of the 1969 Act of Free Choice would be carried out based on the Indonesian parliamentary ‘musyawarah’ (deliberation) practices. [Artinya : Pelaksanaan 1969 Penentuan Pendapat akan dijalankan berdasarkan cara Indonesia ‘musyawarah’.
- U.N.’s final report on the implementation of The Act of Free Choice to the UN General Assembly had to be accepted without open debate. [Artinya : Laporan akhir PBB atas implementasi Pepera kepada SU PBB harus diterima tanpa perdebatan terbuka;
- The USA to make investment through Indonesia state-owned companies for the exploitation of Natural Resources in West Papua. [Artinya : AS membuat investasi melalui BUMN Indonesia untuk eksploitasi sumberdaya alam di West Papua
- USA guaranteed Asian Development Bank US$ 30 Million to UNDP for the development of West Papua for 25 years. [Artinya : AS menjamin lewat Bank Pembangunan Asia dana sebesar US$20 Juta kepada UNDP untuk pembangunan di West Papua selama 25 tahun;
- USA to guarantee the World Bank plan and implement Transmigration of Indonesians to West Papua. [Artinya, AS menjamin rencana Bank Dunia dan menerapkan Transmigrasi orang Indonesia ke West Papua].
- Resolusi Sidang Umum PBB 2504 hanya dicatatkan bukan disahkan
F. Kemerdekaan Papua di dukung oleh berbagai Instrument Hukum International
- Piagam PBB (UN Charter) – Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari PBB adalah untuk membangun hubungan baik antara bangsa-bangsa berdasarkan kehormatan untuk prinsip kesamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari rakyat4.
- Pasal 1 ayat 1 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Internastional Covenant on Civil and Political Rights) dan
- Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) menyatakan bahwa semua orang telah diberikan kebebasan untuk menentukan status politik, perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dengan kata lain, setiap bangsa adalah bebas untuk membangun institusi politik, membangun sumber daya ekonominya, dan untuk mengatur perubahan sosiokulturalnya sendiri, tanpa ada intervensi dari bangsa lain. Seperti pembahasan awal, maka penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua di atur berdasarkan mekanisme hukum internastional.
- Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada bangsa dan negara terjajah;
- Deklarasi Wina Tahun 1993 yang mengkonfirmasi ulang dalam hubungannya dengan bagian Pasal 1 dari Kovenan PBB tentang HAM;
- Putusan Mahkamah Internasional pada tanggal 16 Oktober, 1975, dalam pemandangannya menyatakan ada tiga jalan menurut hukum bagi negeri-negeri atau wilayah -wilayah yang masih terjajah untuk dapat menentukan hak penentuaan nasib sendiri bagi mereka, yaitu;
- Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
- Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan negara lain yang sudah merdeka;
- Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka.
- Pasal 1 Deklarasi PBB tentang Indigenous people menegaskan bahwa Masyarkat adat mempunyai hak terhadap penikmatan penuh, untuk secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri, semua hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar yang diakui dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan hukuminternasional tentang hak asasi manusia. Sedangkan pasal 2 menegaskan bahwa Masyarakat adat dan warga-warganya bebas dan sederajat dengan semua kelompok-kelompok masyarakat dan warga-warga lainnya, dan mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam menjalankan hak-hak mereka khususnya yang didasarkan atas asal-usul atau identitas mereka. Pasal 3, Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut, mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka dan pasal 4 Masyarakat adat, dalam melaksanakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, memiliki hak otonomi atau pemerintahan sendiri dalam masalahmasalah yang berkaitan dengan urusan-urusan internal dan lokal mereka, sebagaimana cara-cara dan sarana-sarana untuk mendanai fungsi-fungsi otonomi mereka. Article 4 Indigenous peoples, in exercising their right to selfdetermination, have the right to autonomy or selfgovernment in matters relating to their internal and local affairs, as well as ways and means for financing their autonomous functions.
G. Mekanisme atas Kemerdekaan Bangsa Papua
- Pengakuan Kedaulatan – Pengembalian atas perampasan kedaulatan Politik dan Kemerdekaan Papua yang dicap sebagai negara Boneka Buatan Belanda oleh Indonesia dan menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat bangsa Papua atas Aneksasi, Konfrontasi, Inviltrasi, DOM, kejahatan atas kemanusiaan selama 55 tahun di atas tanah pustaka rakyat bangsa Papua.
- Mekanisme Hukum International – Dalam penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua, pilih jalur mekanisme dan prinsip hukum international di bawah pengawasan pasukan perdamaian PBB di seluruh tanah Papua dan melaksanakan Penentuan Nasib Sendiri secara Demokratis dan damai. Untuk mencapai proises kea rah kemerdekaan melalui jalur Refreedum, maka menurut pemateri hari ini ada beberapa taktik perjuangan, yaitu;
- Revolusi total dari Sorong-Merauke, dari Gubernur, Bupati, kepala SKPD, Staff, DPRP, DPRD, MRP, DAP, KNPB, WPNA, GEMPAR hingga akar rumput melaksanakan monggok pemilukada 2019 dengan tuntutan Refreedum di West Papua;
- Meminta dukungan rakyat Indonesai melalui gerakan perjuangan yang ada agar statusnya lebih meningkatkan, propaganda dimainkan seperti aksi-aksi menjelang Timur Leste Refreedum.
- Perang secara fisik melawan TNI dan Kepolisian secara total, terstruktur, terpimpin, terorganisir dengan standar international seperti yang dilakukan oleh Timur Leste, Cuba dll.
E. Penutup
Hak Penentuan Nasib Sendiri (Self-Determination) merupakan unsur Hak Asasi Manusia yang patut dihormati oleh setiap bangsa dan setiap Negara di dunia. Penduduk pribumi West Papua adalah bangsa Papua yang memiliki hak untuk menentukan Nasib Sendiri yang mana Hak tersebut sampai sekarang masih ada dan sedang diperjuangkan.
Perjuangan Hak Penentuan Nasib Sendiri (Self-Determination) bangsa Papua dilandaskan pada Standart Hak Asasi Manusia, Demokrasi, Prinsip-prinsip Hukum Internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perjuangan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi masyarakat pribumi Papua sebagai Hak untuk Merdeka dan berdaulat merupakan cita-cita luhur. Keinginan luhur ini telah melahirkan kesadaran masyarakat pribumi West Papua untuk menyatakan diri dalam menuju jalan perjuangan yang panjang , maka dengan kesadaran bangsa Papua terutama generasi yang ikut dalam mengambil bagian dalam perjuangan seperti kelompok diskusi ini membentuk karakter agar sadar dan menyadarkan diri bahwa perjuangan memang berat, jalan masih panjang dan tantanganpun makin berat. Semoga catatan kecil ini mengubah cara pandang kawan-kawan sebagai generasi muda yang akan memimpin masa depan bangsa Papua.
————-
* Penulis adalah Mahasiswa Papua, di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. – Jawa tengah.
Posted by: ERIK
Copyright ©Tabloid WANI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com