Theo Hesegem (kanan) bersama Pastor John Jonga. |
Paniai — Aktivis pembela Hak asasi manusia (HAM) di wilayah Pegunungan Papua, Theo Hesegem menuding, Majelis Rayat Papua (MRP) hanya sebagai alat pelengkap atau pemadam kebakaran bagi Pemerintah Indonesia. Kinerja MRP dinilai tidak jelas dan tidak berpihak kepada masyarakat adat Papua.
“MRP itu alat kekuasaan Jakarta yang ditanam di Papua,” ujar Theo Hesegem kepada Jubi, Sabtu, (9/12/2017).
Ia menyebutkan MRP tempat untuk memilih orang-orang pintar dari Papua yang efeknya belum tentu mengubah nasib Papua.”Hanya tempat pembinaan pencucian bagi orang asli Papua,” ujar Theo menambahkan..
Catatan Jubi, MRP yang baru dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, telah membentuk alat kelengakapan pimpinan dengan pemilihan ketua pada tanggal 8 Desember, sekitar pukul 21.00 hingga 23.00 waktu Papua di Hotel Horison Jayapura.
Pemilihan itu menghasilkan Ketua MRP periode 2017 – 2022 Timotius Murib. Sedangkan wakil ketua I dan II adalah Jimmy Mabel dan Debora Mote.
Timotius Murib yang mewakili Pokja Adat mendapatkan 42 suara dalam rapat pleno pemilihan ketua dan wakil ketua definitif MRP.
“Jimmy Mabel dan Debora Mote masing masing mendapatkan 32 suara dan 18 suara. Jimmy mewakili pokja agama dan Debora mewakili pokja perempuan,” ujar Robert Wanggai, anggota MRP terpilih. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com