Para pejabat Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan pada pembekalan soal West Papua di komite khusus parlemen, 7 Desember 2017 – VNP/Phil Smith. |
Wellington — Komite Perdagangan, Pertahanan dan Urusan Luar Negeri minggu lalu dibekali hal-hal terkait West Papua oleh
Kementerian Luar Negeri menindaklanjuti dengar pendapat Juni lalu.
Seorang anggota komite, anggota parlemen Louisa Wall, bertanya soal petisi beberapa bulan lalu untuk PBB dari masyarakat asli Papua yang berupaya mengajukan status politiknya kembali Komite Dekolonisasi atau C24.
West Papua pernah masuk ke daftar C24 di awal tahun 1960-an sebelum dihapuskan setelah Indonesia mengambil alih kontrol teritori ini.
Pejabat kementerian mengatakan untuk dapat memasukkan kembali West Papua ke dalam daftar, terlebih dahulu harus ada resolusi dari Mejelis Umum PBB.
“Masalah saat ini adalah tidak ada jalan kembali bagi West Papua ke daftar C24 jika C24 sendiri memblokadenya: khususnya karena Indonesia yang merupakan anggota C24 perlu menyetujuinya,” kata Stephen Harris, Direktur Divisional Divisi Asia dan Asia Tenggara pada Kementerian Perdagangan dan Hubungan Luar Negeri.
Namun Wall mengatakan bahwa “kebangkitan dan berkembangnya isu West Papua di Pasifik”, menunjukkan bahwa hal itu seharusnya menuntut respon intensif dari Selandia Baru.
“Seberapa ketertarikan kita terhadap perhatian Kepulauan Pasifik dalam perjuangan pembebasan Papua? Karena hal itu tidak akan berlalu. Saya lihat berbagai resolusi dalam Forum Kepulauan Pasifik segera menuntut kita sebagai sebuah blok enam belas negara melakukan sesuatu yang memungkinkan pengajuan aplikasi tersebut sehingga mereka (West Papua) dapat ditambahkan ke dalam daftar teritori tak berpemerintahan sendiri.”
Namun demikian Harris menyatakan bahwa sentimen terhadap hal itu di kalangan negeri-negeri Kepulauan Pasifik “cukup beragam”.
“Tidak ada blok dari enambelas negara-negara Kepulauan Pasifik yang berfikir sama terkait hal ini.”
Dia juga mengakui laporan terkait reaksi para pejabat Indonesia, dalam menanggapi beberapa ekspresi suara-suara politik di Papua,
mengandung masalah.
Menurut Harris, Selandia Baru cenderung meletakkan perhatiannya kepada pelanggaran HAM di Papua pada level kementerian.
“Sejak Juni terdapat luapan keresahan massa serta ‘insureksi’ bersenjata di beberapa kampung di Papua. Di saat yang sama, saya rasa, ada penambahan perhatian oleh Presiden Indonesia Joko Widodo yang mencoba dan menginvestasikan kapital personal politiknya lebih banyak untuk kemajuan di sana.”
Harris mengatakan indikator manusia dan sosial di Papua memang sudah menunjukkan bahwa secara umum rakyat Papua mengalami kesenjangan yang besar dibanding rakyat di belahan Indonesia lainnya sejak lama.
Tampak hadir dalam pertemuan dengar pendapat terkait West Papua 7 Desember itu: Michael Appleton, Manager Unit, Divisi Wilayah Pasifik; Stephen Harris, Manajer Pendivisian, Divisi Asia Tenggara; Ben King, Eksekutif Pelaksana/Wakil Sekretaris Grup Amerika dan Asia; Phillip Taula, Manager Divisional, Divisi PBB, HAM dan Persemakmuran.(*)
Copyright ©Tabloid JUBI | Radio New Zealand “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com