Empat jenazah siswa SMA yang menjadi korban Paniai berdarah ditangisi keluarganya. Salah satunya Yulianus Yeimo masih mengenakan pakaian sekolah, 8 Desember 2014 – Foto: Abeth You. |
Paniai — Masyarakat kabupaten Paniai, Papua, berencana memboikot pemilihan umum tahun 2019, karena kecewa terhadap pemerintah yang dinilai abai terhadap insiden Paniai berdarah, 8 Desember 2014 lalu. Penembakan di hadapan ribuan masyarakat Paniai itu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Papua.
“Sejak terjadinya kasus ini, masyarakat Paniai tak percaya kepada pemerintah Indonesia yang seharusnya menyelesaikan kasus melalui lembaga Komnas HAM RI,” ujar tokoh pemuda Paniai, Tinus Pigai, kepada Jubi, Jumat, (8/12/2017).
Tinus menilai negara harus bertangung jawab, apa lagi sudah ada undang-undang nomor 39 tahun 1999, tentang HAM dan undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
“Mandeknya proses oleh pemerintah, maka sekali lagi kami siap boikot Pemilu,” ujar Tinus menambahkan.
Ia menyayangkan sikap pemerintah yang diam tak penegakan hukum tak melindungi bangsa Melanesia di tanah Papua. Kejadian yang terjadi tepat 8 Desember 2014 lalu itu menimbulkan orang siswa SMA masing-masing Yulianus Yeimo, Apinus Gobai, Simon Degei dan Alpius You tewas, serta 17 siswa lainnya luka-luka.
Menurut Tinus, kejadian itu secara nyata dilakukan secara terbuka oleh aparat gabungan TNI dan Polri di Lapangan Karel, Gobai.
Tokoh agama Katolik di Paniai, Pater Santon Tekege, Pr mengatakan insiden penembakan brutal yang menimbulkan korban generasi muda itu belum dipertangungjawab secara hukum.
“Pemerintah belum menetapkan seorang pun pelaku mempertanggungjawabkan tindakannya,” kata Pater.
Ia meminta agar masyarakat Papua tidak melupakan kasus Paniai Berdarah. “Presiden Jokowi berjanji akan mengusut kasus itu, tapi hingga sekarang tak ada kejelasan, ” kata Pater menegaskan(*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com