Timika — Pimpinan Gereja Katolik Keuskupan Timika, Papua Mgr John Philip Saklil tegas menolak program transmigrasi di wilayah Papua termasuk di Kabupaten Mimika dengan alasan apapun juga untuk kepentingan pemekaran.
“Gereja prinsipnya tidak setuju dengan program transmigrasi bukan hanya di Mimika tapi juga di seluruh tanah Papua,” kata Uskup John di Timika, Jumat (31/8).
Pernyataan Uskup itu menanggapi rencana Pemerintah Distrik Agimuga, Kabupaten Mimika terkait rencana program transmigrasi di wilayah Distrik tersebut untuk percepatan pembangunan dalam rangka rencana pemekaran Kabupaten Mimika Timur dengan menyiapkan lahan transmigrasi seluas 25 hektare.
Menurut Uskup, program transmigrasi di Papua tidak menjawab persoalan masyarakat lokal, melainkan sebaliknya akan menyebabkan masyarakat lokal tergusur.
“Aneh jika program transmigrasi dianggap sebagai solusi sebab itu yang menyebabkan kerusakan sumber-sumber hidup masyarakat lokal. Dusun-dusun masyarakat lokal habis. Bahkan Gubernur Papua terpilih, Lukas Enembe dalam kesempatan lain menyatakan menolak program transmigras.
Penolakan itu dilakukan lantaran program transmigrasi dari luar Papua akan berdampak cukup besar bagi masyarakat, khususnya orang asli Papua. Dimana kata Uskup, orang asli Papua akan semakin tersisih dan menjadi kaum minoritas di tanahnya sendiri. Akibatnya, timbul kecemburuan sosial yang memicu terjadinya konflik antara masyarakat asli Papua dan non Papua.
(Baca ini: Astaga !!! Orang Papua sedang Menjadi Minoritas di Tanah Sendiri)
Ia mengatakan yang perlu dilakukan Pemerintah adalah membuat program agar masyarakat lokal bisa sehat dan banyak anak, pendidikan dan kesehatan mereka diperhatikan dengan baik sebab transmigrasi tidak bisa menjawab persoalan itu. Selanjutnya dana yang besar untuk program transmigrasi menurut Uskup, lebih bijak jika digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat lokal.
“Begitu gampang orang menganggap orang Papua atau orang lokal bisa dibangun dengan transmigrasi, padahal tidak. Nyatanya, walaupun sejumlah besar pembangunan di Papua dirancang oleh Jakarta, tetapi Jakarta sendiri kurang memberikan perhatian serius terutama dalam hal fundamental seperti pada persoalan perlindungan dan pengelolaan sumber-sumber hak hidup masyarakat lokal,” tuturnya.
(Baca juga, ini: Data BPS: Penduduk Asli Jadi Minoritas di 5 Wilayah Papua)
Uskup juga menyoroti fenomena penjualan tanah oleh transmigran sebagai kegagalan program transmigrasi. Menurutnya, realitas penjualan tanah yang dilakukan oleh transmigran adalah isyarat bahwa Pemerintah bukan hanya gagal menyiapkan mereka sebelum dikirim tetapi juga Pemerintah terkesan memungut begitu saja orang di pinggir jalan lalu dikirim ke Papua.
“Kalau para transmigran dikirim agar masyarakat lokal bisa belajar dari mereka, apa yang harus dipelajari oleh orang Papua dari mereka yang dipungut di pinggir jalan untuk ikut program transmigrasi,” katanya.
“Seharusnya tanah yang diberikan itu diolah. Jika tidak diolah maka dikembalikan kepada masyakat lokal bukan dijual bahkan dengan nilai miliaran rupiah,” ucapnya lagi.(*)
(Lihat ini: 5 Suku di Kabupaten Keerom Papua Punah)
Copyright ©Sinar Papua “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com