Yulianus Mabel saat memberikan keterangan pers. Benny Mawel. |
“Orang sudah tidak tahu dasar dari hukum-hukum ini apa?” ungkap Mabel sebagai responnya terhadap putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura pada (21/09/2018) lalu.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jayapura telah mengabulkan gugatan PT SMJP milik Willem Frans Ansanay terhadap Pomdam XVII Cenderawasih dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) lantaran mengamankan 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman beralkohol berbagai jenis milik penggugat yang dikirim dari Jakarta, di Pelabuhan Jayapura, 21 Juni 2018 silam.
Kepala Bidang Humas Pengadilan Negeri Jayapura, Syarifudin, mengatakan dalam sidang putusan yang berlangsung Jumat (21/9/2018), majelis hakim mengabulkan sebagian tuntutan yang diajukan pemohon melalui kuasa hukumnya, Anthonius Diance.
Majelis hakim menilai pengeledahan dan penyitaan barang yang dilakukan Pomdam Cenderawasih adalah melawan hukum, sewenang-wenang, dan melanggar HAM. Karena itu, Majelis hakim memerintah kepada Pomdam Cenderawasih dan Satpol PP selaku termohon, mengembalikan barang milik pemohon yang ditahan termohon.
“Namun hakim juga menolak beberapa permohonan pemohon di antaranya minta termohon membayar kerugian senilai Rp 1,463 miliar lebih,” kata Syarifudin, pekan lalu kepada media ini.
Mabel menilai, putusan itu bagian dari gagal paham hukum. Gagal memahami makna terdalam dari segala sumber hukum di Indonesia.
“Dasar hukum negara ini Pancasila dan UU Dasar 1945,”katanya.
Kata dia, Pancasila telah merujuk satu logika yang benar. Ketuhanan yang maha Esa. Bangsa ini beriman kepada satu Tuhan.
Bangsa yang percaya kepada Tuhan itu membangun kehidupan bangsa yang sangat manusiawi. “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
“Keadilan sebagai manusia bagi pengusaha miras dan pembeli dimana? Kalau penjual terus mengambil keuntungan dan pembeli terus memghadapi kematian,”ujarnya.
Kata dia, sangat tidak masuk akal lagi, jika penjual Miras menuduh pihak Kodam melanggar HAM. Pelanggaran HAM lantas mengambil hak milik pengusaha. Menyita minuman yang terbukti merusak moral rakyat Papua.
“Logika HAMnya sebatas itu kah? Siapa yang langgar HAM? Pembunuhan terhadap orang Papua dan non Papua terus berlangsung,”
Kata dia, dirinya berbicara tegas bukan hanya karena manusia Papua saja yang penyuka minuman beralkohol. Orang yang mendatangi Papua juga peminum, hanya tingkat dan cara konsumsinya yang berbeda.
“Orang Papua ini sudah terlalu rakus alkohol, minum tidak tahu diri. Orang lain juga minum hanya ada batas dan sadar,”ungkap Mabel.
Kata dia, karena ini menyangkut nyawa manusia, baik itu Papua dan non Papua, kalau ada pengadilan HAM di Papua, pihaknya sangat berniat menyeret pengusaha Miras ke Pengadilan HAM atas tuduhan pembunuhan secara sistematis, terstruktur dan massif.
“Angka kematian ini sudah terlalu banyak. Kita ambil data saja berapa yang mati, kecelakaan lalu lintas akibat minuman beralkohol,”ungkap dia.
Kata dia, kondisi rakyat Papua gara-gara konsumsi Miras sudah terlalu berlebihan dan memprihatinkan.
“Pemerintah kota ini lihatkah tidak, setiap malam orang minum berkelompok, tersebarnya dari Dok 9 sampai Sentani. Apa yang begini tidak apa- apa?,”
Kalau situasi begini, tanya dia, bagaimana mewujudkan slogan Jayapura “Hen Tecahi Yo Onomi T’mar Ni Hanased” yang artinya “Satu hati membangun kota untuk kemulian Tuhan?” .
“Apakah kita memuliakan Tuhan dengan membangun sistem yang merusak moral dan membunuh rakyat? Entahlah,”ujarnya.
Anias Lengka, ketua SAMN Kota Jayapura menambahkan Pemerintah kota Jayapura mesti lebih serius menjalankan motto itu dengan menegakkan hukum.
“Kalau punya hati untuk selamatkan bangsa ini, lepaskan semua kepentingan demi menyelamatkan manusia,”katanya merespon putusan pengadilan.
Dia juga minta pemerintah lebih serius mengawasi peredaran bahan makanan dan minuman, terutama minuman beralkohol yang masuk ke Papua melalui pelabuhan Jayapura.(*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com