Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe. |
Jayapura — Jabatan Lukas Enembe sebagai Gubernur Provinsi Papua terancam dicabut Pemerintah Pusat karena dinilai telah melakukan pelanggaran dengan meminta penarikan mundur pasukan TNI/Polri dari wilayah Kabupaten Nduga, Provinsi Papua.
Kementerian Dalam Negeri menyesalkan pernyataan Lukas Enembe dan Ketua DPRD Yunus Wonda yang meminta Presiden Joko Widodo menarik pasukan TNI dan Polri dari Kabupaten Nduga. Pernyataan tersebut dinilai telah melanggar konstitusi dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
(Baca ini: Gubernur Papua: Jang Ko Bilang KKB, Mereka itu Pejuang Kemerdekaan Papua)
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar mengingatkan, tidak seharusnya seorang pimpinan daerah dan ketua DPRD memberikan pernyataan seperti itu. Kehadirian TNI/Polri di Papua murni untuk menegakkan hukum, menjaga keamanan negara dan menjaga stabilitas serta ketentraman ketertiban masyarakat di Nduga, Papua.
”Keberadaan TNI dan Polri di Papua sesuai dan dilindungi konstitusi, yakni UUD 1945, serta menjalankan tugas dan kewajiban negara yang diberikan kepada TNI dan Polri untuk menjaga keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta mempertahankan kedaulatan dan keutuhan NKRI, ” kata Bahtiar di Jakarta, Sabtu (22/12/2018).
Mereka beralasan kehadiran TNI membuat penduduk desa trauma. Jika pasukan TNI/Polri ditarik, itu akan memberikan kesempatan bagi para penduduk merayakan Natal dengan damai.
Bahtiar menegaskan, alasan tersebut sangat mengada-ada. Permintaan untuk menarik pasukan TNI/Polri juga tidak pantas disampaikan oleh seorang gubernur yang merupakan wakil pemerintah pusat di daerah.
Gubernur semestinya justru mendukung Polri yang dibantu TNI melakukan upaya penegakan hukum dan menjaga setiap jengkal wilayah NKRI dari kelompok separatis bersenjata yang melakukan kejahatan kemanusian.
(Baca ini: Benny Wenda Mengatakan, Tentara Pembebasan West Papua Bukan Kriminal)
Menurut Bahtiar, Polri bersama TNI justru melindungi dan menjamin keamanan warga masyarakat yang sedang merayakan Natal dan Tahun Baru di seluruh wilayah NKRI termasuk di Nduga, Papua. Enembe dan Yunus diminta tidak membuat pernyataan yang tendensius dan mengada-ada bahkan cenderung provokatif.
“Salah satu kewajiban Gubernur telah ditegaskan dalam Pasal 67 UU Nomor 23 Tahun 2014, yakni memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, kepala daerah dan anggota DPRD harus bersinergi dengan seluruh instansi/lembaga penyelenggara di daerah,” ucap Bahtiar.
Terkait dengan pernyataan Enembe, Bahtiar mengingatkan tentang sanksi yang bisa diberikan kepada kepala daerah yang melanggar.
“Dalam Pasal 78 ayat 2 dan Pasal 108 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sudah jelas bahwa Kepala Daerah dan anggota DPRD dapat diberhentikan karena melanggar sumpah janji, tidak menjalankan kewajiban, tidak menjaga etika penyelenggaraan negara, melakukan perbuatan tercela dan tidak patuh pada konstitusi dan UU negara,” ujarnya.
(Simak ini: Sikap Gubernur Port Moresby dan Seruan Peninjauan Referendum atas West Papua)
Copyright ©Harian Papua “sumber”
Hubungi kami di E-Mail 📧: tabloid.wani@gmail.com
Gubernur Lukas Enambe, telah mengambil satu keputusan yg positiv untuk melindungi rakyat sipil di Nduga.Kehadiran TNI dan POLRI, itu act of state violance yg sudah bertahun melakukan pembunuhan di tanah Papua. Reaksi pasukan TPN, OPM, itu merupakan introduksi dari awal mula dari mengunakan modern military equipment yg memantapkan perang gerilya. Sudah tiba saatnya para kaum intelectual dlm tubuh Indonesia hgv a r.c uslah memberikan dukungan kpd Mr Gubernur dan segera mengundang special delegasi ke Papua.