Dark
Light
Today: July 27, 2024

Mengenang Tragedi Berdarah 17 Tahun Lalu di Aceh

Mengenang Tragedi Berdarah 17 Tahun Lalu di Aceh
Gambar ilustrasi Tragedi Berdarah Simpang Kraft Aceh. Gambar: demafsyariah.com

Jakarta, Tabloid-Wani — Komnas HAM hari ini memutuskan peristiwa Simpang Kertas Kraft Aceh (KAA) yang terjadi 3 Mei 1999 sebagai pelanggaran HAM. Komnas HAM meminta Kejagung untuk mengusut kasus ini.

Tragedi Simpang KKA adalah sebuah peristiwa penembakan yang dilakukan pasukan militer saat warga Aceh tengah berdemo. Peristiwa ini terjadi di sebuah persimpangan jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.

17 Tahun berlalu, namun peristiwa Simpang KAA masih meninggalkan duka yang mendalam bagi warga Aceh Utara. Hampir setiap tahunnya warga Aceh Utara memperingati insiden itu dengan kenduri dan doa bersama. Mereka berharap ada keadilan dalam peristiwa berdarah itu.

Melihat sejarahnya diambil dari berbagai sumber, tragedi simpang KAA terjadi saat warga berdemo memprotes penganiayaan warga yang terjadi pada tanggal 30 April di Cot Murong, Lhokseumawe. Kala itu, Jumat 30 April 1999 malam hari, warga Desa Cot Murong mengadakan rapat besar untuk memperingati tahun baru Islam 1 Muharam. Rapat ini dianggap ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Bersamaan dengan rapat tersebut, muncul kabar seorang anggota TNI dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom yang berpangkat sersan hilang saat melakukan penyusupan di tengah kegiatan ceramah. Namun informasi itu belum jelas kebenarannya, dan malam itu tidak terjadi apa-apa di Desa Cot Murong.

Besoknya sebuah truk militer berputar-puter di sekitar Desa Cot Murong, kemudian mereka kembali ke markas. Minggu pagi pasukan Den Rudal 001/Pulo Rungkom datang ke Desa untuk mencari anggotanya yang hilang. Saat itu warga tengah melakukan persiapan kenduri untuk memperingati 1 Muharam.

Saat melakukan penyisiran ke rumah-rumah, sebanyak 20 warga dianiaya anggota TNI. Disebutkan juga pasukan militer itu mengancam akan menembak warga bila anggotanya tak ditemukan. Namun mereka tak berhasil menemukan anggotanya yang hilang. Kondisi semakin mencemaskan itu mendorong warga Desa Cot Murong berkumpul untuk membahas masalah ini. Warga desa kemudian mengirim utusan ke komandan TNI setempat untuk bernegosiasi. Komandan TNI berjanji aksi ini tidak akan terulang lagi dan TNI tidak akan datang lagi ke desa.

Tanggal 3 Mei 1999 pagi hari 4 truk pasukan TNI datang ke Desa Lancang Barat yang bersebelahan dengan Desa Cot Murong. TNI melanggar kesepakatan untuk tidak kembali datang ke desa. Warga berunjuk rasa di Simpang KKA, mereka memprotes penganiayaan yang dilakukan TNI. Aksi warga dibalas tembakan oleh aparat TNI satuan Detasmen Rudal 001/Lilawangsa dan Yonif 113/Jaya Sakti.

Selain melakukan tembakan ke arah masa, TNI juga mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk, sehingga banyak warga yang sedang di dalam rumah juga menjadi korban. Koalisi NGO HAM Aceh mencatat sedikitnya 46 warga sipil tewas, 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam peristiwa itu. Tujuh dari korban tewas adalah anak-anak.

Sedangkan kesimpulan Tim Ad Hoc Komnas HAM menyebutkan dalam peristiwa itu telah terjadi kejahatan kemanusiaan yaitu:

a. Pembunuhan

Penduduk sipil yang menjadi korban pembunuhan sebagai akibat dari tindakan aparat TNI yang terjadi di Simpang KKA sekurang-kurangnya sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang sebagai akibat penembakan.

b. Penganiayaan (Persekusi)

Penduduk sipil yang menjadi korban penganiayaan (persekusi) sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh aparat negara yang terjadi di Simpang KKA tercatat sekurang-kurangnya sebanyak 30 (tiga puluh) orang.

Komnas HAM merinci individu/komandan militer yang yang dapat dimintai pertanggungjawabannya yaitu:

A.1 Komandan pembuat kebijakan

  1. TNI pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
  2. Pangdam I/Bukit Barisan pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.

A.2. Komandan yang memiliki kemampuan kontrol secara efektif (duty of control) terhadap anak buahnya

  1. Danrem 011 / Lilawangsa pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.
  2. Dandim 0103/Aceh Utara pada Peristiwa Simpang KKA 1999.
  3. Komandan Batalyon Infantri 113/JS pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999
  4. Komandan Detasemen Arhanud Rudal 001/Pulo Rungkom pada saat Peristiwa Simpang KKA 1999.
  5. Danramil Dewantara Kodim 0103/Aceh Utara

B. Individu/Komandan/Anggota Kesatuan Yang Dapat Dimintai Pertanggungjawaban Sebagai Pelaku Lapangan

  • Anggota Detasemen Arhanud Rudal 001/Pulo Rungkom
  • Anggota Yonif 113/JS pada saat kejadian.

Copyright ©Detik


Tanggapan anda, Silahkan beri KOMENTAR di bawa postingan ini…!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published.