Dark
Light
Today: July 27, 2024

Aksi JSPP Salatiga Mengutuk Keras Tindakan Aparat dan Ormas Terhadap Mahasiswa Papua di Yogyakarta

Aksi JSPP Salatiga Mengutuk Keras Tindakan Aparat dan Ormas Terhadap Mahasiswa Papua di Yogyakarta
Koordinator aksi JSPP Salatiga saat diwawancarai oleh media 20/07/2016. Foto: Otis Tabuni/WANI
Tabloid-Wani, Salatiga — Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP) melakukan aksi mimbar bebas di depan kampus UKSW, Salatiga Jawa Tengah kemarin tanggal 20 Juli 2016. Sebelumnya, menanggapi rencana aksi tersebut, Ketua Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Papua dan Papua Barat (IMPPAR), Donius Tabuni menolak aksi tersebut dengan alasan perjuangan bangsa Papua hari ini memperjuangkan percepat pembebasan bangsa Papua Barat dan bukan kita sebagai warga negara tuntut nilai pancasila, keadilan dan hukum bersama pemerintah Indonesia. Apa yang terjadi di Yogyakarta terhadap Mahasiswa Papua sebagai kelanjutan dari apa yang sedang menimpa kepada rakyat bangsa Papua. Mengingat adanya aksi tersebut, Rektor UKSW, John A. Titaley mengakui Mahasiswa asal Papua yang menuntut ilmu di UKSW terbilang banyak. Namun, seluruhnya tidak mendukung maupun terlibat dalam aksi solidaritas atas penanganan unjuk rasa mahasiswa Papua di Jogja beberapa waktu yang lalu terkait mendukung keanggotaan ULMWP di MSG melalui Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) di Honiara ibu kota Kepulauan Solomon pada tanggal (14/07) minggu lalu.
Namun demikian, Jaringan Salatiga Peduli Papua nyatakan sikap untuk melakukan mimbar bebas di depan kampus Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Menurut pantauan Tabloid Wani, aksi berlangsung sesuai agenda yang di putuskan oleh JSPP yaitu tuntutan menolak segalah bentuk diskriminasi rasis, sebutan manusia dengan hewan dan lainnya. JSPP mengutuk keras atas kebiadaban yang terjadi kepada Mahasiswa asal Papua di Jogyakarta.

Baca juga:

  1. JSPP Salatiga Mengecam Aksi tidak Manusiawi yang Terjadi di Yogyakarta
  2. Analisis Peristiwa Mahasiswa Papua Tanggal 13-16 Juli di Yogyakarta
  3. Kronologi Resmi PRPPB: Represi Polisi dan Kelompok Reaksioner Terhadap Mahasiswa Papua dan PRPPB
Penanggungjawab aski, Evan Adiananta Nonoputra, dalam orasinya mengatakan “kami meminta pertanggung jawab hukum atas tindakan kekerasan oleh Kepolisian dan Ormas yang melanggar hukum, HAM dan Demokrasi serta ketidak adilan serta diskriminasi yang merusak martabat kemanusiaan manusia Papua”.  Polda DIY dan aparatnya segerah diproses secara hukum dan membubarkan kelompok masyarakat yang menyamakan diri menjadi Ormas itu.
Berikut ini adalah rilis yang dibuat oleh JSPP pada aksi tersebut:

“Jaringan Salatiga Peduli Papua mengecam aksi pelanggaran HAM oleh Aparat Penegak Hukum dan Ormas yang Terjadi di Yogyakarta”.

Berikut ini video aksi  yang dilakukan oleh Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP) pada hari rabu (20/07) di depan kampus Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga.

Pada hari Jumat, 15 Juli 2016, Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) Yogyakarta berencana mengadakan long march (aksi damai) dalam rangka menyatakan dukungan pada The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk menjadi anggota penuh di Melanesia Spearhead Group (MSG), dan memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis pada Papua Barat. Namun aksi damai ini mendapatkan diskriminasi dan kekerasan dari aparat Kepolisian, serta Ormas.

Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), hal ini tegas dinyatakan dan dijamin oleh Konstitusi, serta dituangkan dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Menyatakan pendapat merupakan hak asasi setiap manusia dan harus bisa dijamin oleh negara, termasuk orang-orang Papua. Tindakan aparat Kepolisian D.I.Y. Yogyakarta yang saat ini berada di bawah komando Kapolda Brigjen Pol. Prasta Wahyu Hidayat dengan mengepung asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta sebagai upaya mencegah dilaksanakannya aksi damai dan melakukan penangkapan sewenang-wenang, dapat dilihat sebagai tindakan penggerogotan negara hukum, serta demokrasi di Indonesia.

Tindakan Ormas yang main hukum sendiri juga dibiarkan oleh pihak Kepolisian, tindakan pembiaran inilah yang jelas-jelas merupakan wujud tidak berdayanya Kepolisian Indonesia menegakkan hukum di Indonesia. Kalimat-kalimat rasialis yang melecehkan dan tindakan-tindakan intimidatif terhadap orang-orang Papua yang juga manusia bukan binatang seperti yang diteriak-teriakan oleh Ormas yang menggunakan senjata tajam, seharusnya ditindak secara hukum. Sayangnya pihak Kepolisian tidak melindungi korban, namun malah melegitimasi kekerasan itu. Tindakan aparat penegak hukum yang seperti ini justru meruntuhkan cita-cita Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi yang menjunjung tinggi HAM.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka kami Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP), menyerukan dan bersikap:
  1. Negara Wajib melindungi kebebasan berpendapat warga negaranya sebagai bagian dari nilai-nilai demokrasi dan HAM, termasuk orang-orang Papua.

  2. Hentikan segala bentuk diskriminasi, intimidasi dan kekerasan terhadap Mahasiswa Papua.

  3. Aparat penegak hukum harus menegakkan hukum setegak-tegaknya tanpa melihat suku, agama, ras, maupun status sosial lainnya.

  4. Menolak dan mengecam segala aksi yang melanggar HAM terhadap siapapun dan di manapun, kepada Mahasiswa Papua.
Oleh: Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP) pada tanggal 20 Juli 2016.

Via : Otis Tabuni


Tanggapan anda, Silahkan beri KOMENTAR di bawa postingan ini…!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published.