Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Adriana Elisabeth. |
Jakarta, Tabloid-WANI — Diangkatnya isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) oleh enam negara Pasifik, menunjukkan bahwa masalah HAM adalah masalah kemanusiaan global.
Indonesia sulit untuk menghindari sorotan maupun kritikan internasional tanpa ada penjelasan secara substantif dengan bukti perbaikan kondisi HAM secara signifikan.
Hal ini dikatakan oleh Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Adriana Elisabeth, menjawab pertanyaan satuharapan.com, sehubungan dengan diangkatnya isu Papua oleh enam negara Pasifik (Solomon Islands, Vanuatu, Nauru, Marshall Islands, Tuvalu dan Tonga) di Sidang Umum PBB.
Baca: Bertambahnya Satu Negara, Kini Menjadi 7 Negara yang Angkat isu Papua di PBB
Adriana menilai, belum ada sinkronisasi antara strategi penyelesaian isu HAM di dalam negeri dan luar negeri.
“Argumentasi diplomasi RI tidak dibarengi dengan kemajuan kerja tim terpadu yang dibentuk oleh Menko Polhukam yang menetapkan penyelesaian kasus Wasior, Wamena dan Paniai. Sementara kekerasan terus berlangsung hampir setiap minggu,” kata Adriana, hari ini (29/9) di Jakarta.
Dalam menanggapi kritik enam negara Pasifik di PBB, Indonesia mengatakan isu Papua merupakan urusan dalam negeri dan mengangkat isu itu di PBB merupakan tindakan mencampuri urusan dan kedaulatan negara lain. Namun, Adriana mengatakan kedaulatan harus dipertahankan dengan bukti perbaikan kondisi HAM Papua.
“Tidak cukup dengan cara-cara defensif dan ofensif. Cara ini justru mengesankan arogansi politik yang tidak berdampak pada munculnya simpati kepada Indonesia,” kata Adriana.
(Komnas HAM : Tim Penyelesaian HAM Papua Bentukan Luhut Melanggar Undang-Undang)
Adriana menyarankan Indonesia mengambil langkah-langkah strategis komprehensif dan integratif dalam penyelesaian HAM, mencakup aspek proteksi dan pemenuhan hak-hak sipil, politik, ekonomi dan sosial budaya.
“Untuk perbaikan kondisi politik dan keamanan, perlu penghentian kekerasan segera, penataan intelijen dan aparat keamanan di Papua,” kata dia.
Menurut Adriana, pihaknya telah berulang kali memberikan rekomendasi demikian, meskipun faktanya kondisi politik dan keamanan belum membaik.
“Pembangunan infrastruktur penting jangan sampai mereduksi kepentingan untuk membangun politik dan keamanan Papua yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Papua,” kata dia.
Baca ini: (Pak, Beri Papua Referendum, Nanti Bagus!)
Copyright ©Satu Harapan