Gambar: Ilsutrasi Pendidikan ala TNI di Papua |
Paniai — Ikatan Mahasiswa se Tanah Papua Jawa Barat (Imasepa Jabar) menolak program tentara masuk sekolah yang ditempatkan di daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Program kerja sama antara TNI dan Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan itu dinilai tak sesuai dengan tugas fungsi TNI.
“Kami minta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkaji khusus tentang kompetensi TNI sebagai tenaga pendidik,” kata Sekretaris Imasepa Jabar, Leonardus Magai, kepada Jubi, Rabu, (6/12/2017).
Kajian yang dimaksud dikaitkan dengan undang-undang nomor 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen, serta peraturan pemerintah nomor 74 Tahun 2008 tentang guru yang mengacu pada kompetensi pedagogik “Terutama dalam hal kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,” kata Leonardus menambahkan.
Mahasiswa mempertanyakan kemampuan TNI dalam mengelola PBM atau KBM, sebagai tugas pokok yang harus punya standar kemampuan akademik dan sosial. Ia khawatir masuknya TNI ke sekolah bertentangan dengan penguatan pendidikan karakter dan undang-undang nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak.
“Pendidikan melemparkan tugas kepada orang-orang yang tidak memiliki keahlian, sehingga pendidikan kita akan jalan di tempat terutama di daerah Papua secara khusus program TMS ini,” kata Leonardus menjelaskan.
Methu Badii, seorang mahasiswa Papua di Jawa Barat menilai saat ini warga dan anak-anak di Papua dan Papua Barat siswa sangat takut melihat militer. “Jikakementerian pendidikan memaksakan artinya sangat jauh dari harapan orang Papua,” kata Methu.
Para siswa melihat keberadaan Militer di Papua sering melakukan kekerasan sehingga masih menimbulkan trauma atau sakit secara psikis.
“Pembentukan karakter semestinya patut diperhatikan keadaan siswa saat ini, apakah siswa mampu menerima keberadaan tentara masuk sekolah atau tidak,” katanya. (*)
Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com