Dark
Light
Today: December 8, 2024
7 years ago
98 views

Masyarakat Diiming-iming Uang dan Rumah untuk Barter Tambang Emas

Pengurus IS-UKAM saat menunjukkan surat pernyataan sikap – Foto: Piter Lokon.

Jayapura — Sejumlah uang dan bangunan 12 unit rumah menjadi iming-iming yang ditawarkan pengusaha kepada masyarakat adat pemilik kawasan tambang emas di Provinsi Papua. Kawasan yang kini telah dijadikan areal tambang emas tak berizin (ilegal) itu berada di daerah perbatasan dua kabupaten: Pegunungan Bintang dan Yahukimo.

Untuk Kabupaten Pegunungan Bintang, lokasinya berada di kampung Kawe, distrik Awimbon. Sementara Distrik Suntamon yang berbatasan dengan Awimbon masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Yahukimo.

Pemerintah Yahukimo pun mengaku tidak pernah mengeluarkan izin terkait aktifitas penambangan tersebut. Hal itu ditegaskan Bupati Yahukimo Abock Busup, saat dikonfirmasi Jubi, Selasa (23/1/2018).

“Saya sudah pernah ke sana dan lihat sendiri. Tapi itu tidak ada izin dari pemerintah, saya malah diberitahu itu masyarakat kampung yang izinkan tambang di sana,” jelas Bupati Abock, merespon adanya penolakan dari forum suku-suku, di Dekai.

Pernyataan ini diperkuat oleh Daniel Up, salah satu pemilik hak ulayat di Kampung Kawe. Ia menuturkan memang sedang ada pembangunan rumah-rumah untuk penduduk kampung tersebut namun jumlahnya tidak mungkin untuk seluruh pemilik hak ulayat di sana.

Bahkan, saat ini, Daniel bersama keluarganya sedang mencari dua oknum anggota kampungnya yang menerima anggaran dan menghilang entah ke mana.

“Kami sangat marah. Memang yang terima itu marga Up tapi kami sendiri tidak pernah tahu. Yang dapat uang lari, keluar dari kampung. Kami marah pengusaha juga, kami minta orang-orang (penambang) itu harus keluar dari kampung kami,” kata Daniel kepada Jubi di Dekai, Senin (22/1/2018).

Daniel menjelaskan, Kampung Kawe dan sekitarnya merupakan lokasi yang didiami beberapa marga seperti Yerik, Tubup, Warita, Teganop, Mipkilo, Up, Bangi, Yum, dan Kayage. “Marga-marga ini yang punya hak ulayat di sana,” jelasnya.

Rusak alam

Daniel menjelaskan, mata pencaharian semua masyarakat Kampung Kawe masih banyak bergantung pada alamnya. Sungai dan hutannya menjadi tempat mereka mencari makanan sehari-harinya. Kini, dengan kehadiran para penambang emas yang dibawa dari luar Papua, diyakini Daniel dapat mengakibatkan kesusahan bagi keluarganya dan semua masyarakat kampung.

Daniel bahkan mengaku tidak tahu menahu dengan adanya perjanjian dua oknum keluarga semarganya itu untuk membawa masuk orang asing dan mengambil isi alamnya tersebut.

“Semua orang-orang rambut lurus… tidak ada orang kami (OAP). Mereka bikin rusak kampung kami, mereka harus keluar,” kata Daniel kesal.

Upaya menggalang dukungan untuk menolak penambangan emas liar itu pun dilakukan Daniel. Meski kampungnya dibawah pemerintahan Pegunungan Bintang, Daniel memilih ke Dekai, ibu kota Yahukimo, yang lebih dekat dan masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan sejumlah marga dari kampung-kampung yang berada di wilayah administrasi Yahukimo.

Masyarakat asli dari suku-suku yang mendiami wilayah tersebut, yang menamakan diri Ikatan Masyarakat Adat Una, Kopkaka, Kopejab, Arimtap, Arupkor, Mamkor dan Momuna (IS-UKAM), menuding lokasi tambang emas tersebut ditemukan PT Brantas, ketika mengerjakan jalan penghubung Dekai, Kabupaten Yahukimo, menuju Oksibil, Kabupaten Pegubin.

“Kuat dugaan, pihak PT Brantas memberitahukan lokasi itu ke salah satu pengusaha di Yahukimo,” kata Sekretaris IS-UKAM, Timeus Aruman. “Pengusaha itu mendatangkan pekerja dari Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan.”

Menurut Aruman, mereka sempat menanyakan terkait aktivitas penambangan yang telah berlangsung selama kurun waktu tiga bulan tersebut, kepada pengusaha tambang. Namun jawaban yang mereka terima, di lokasi itu sedang ada pembangunan perumahan masyarakat Korowai. “Diduga kedoknya itu. Katanya ada pembangunan gereja juga,” sampainya.

Sementara itu, Kepala Suku Una-Ukam, Yakobus Kisamlu, mengatakan tanah yang dimasuki dan dikelola tanpa izin, jelas melanggar Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. “Kami tolak penambangan ilegal, karena mereka masuk tidak melalui pintu tetapi melalui jendela. Mereka masuk sebagai pencuri,” tegasnya.

Hingga laporan ini diturunkan, Jubi belum berhasil mendapat konfirmasi dari pihak pengusaha dan pendulang emas tersebut. (*)

Lima pernyataan sikap IS-UKAM dan tujuh tokoh adat Suku Una, Kopkaka, Arumtap, Arupkor, Mamkot, dan Momuna.

  1. Kami menyatakan pendulangan emas di Kampung Kawe, Distrik Awimbon, Kabupaten Pengubin dan Distrik Suntamon Kabupaten Yahukimo adalah ilegal.
  2. Masyarakat UKAM sebagai hak ulayat menolak pelaku pendulang.
  3. Semua perusahaan, toko, kios, warung, dan heli yang mendukung kegiatan pendulangan emas sebagai fasilitator, administrator, dan perantara, segera berhenti.
  4. Sementara ini PT Brantas berhenti bekerja, karena mereka adalah aktor di balik pendulangan emas.
  5. Jika tidak mengindahkan permintaan ini, maka kami akan bertindak secara hukum adat.

Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.