Dark
Light
Today: October 4, 2024
7 years ago
133 views

Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”

Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”
Tim ekpedisi Sterrengebergte mengibarkan bendera Belanda di Puncak Juliana / Mandala pada 9 September 1959. (Sumber: http://rozenbergquarterly.com).

KETENGBAN — Pegunungan bintang (Star Mountain), itulah namanya. Wilayah
ini ada di pegunungan Pulau Papua yang membentang dari barat di Kabupaten
Pegunungan Bintang, Provinsi Papua sampai ke timur di Kabupaten Tabunil,
Western Province, Papua New Guinea (PNG).

Nama Pegunungan Bintang sebenarnya bukan nama
asli bagi penduduk pribumi yang sudah lama menetap rata-rata (7) turunan di
wilayah ini. Nama Pegunungan Bintang merupakan nama yang kemudian populer dan
dapat diakases dalam peta geografis, geologis dan ekologis karena proses
sejarah. Karena demikian, maka tidak hanya orang yang baru datang Pegunungan
Bintang saja, namun mereka yang beasal dari suku-suku asli di daerah ini juga
belum mengetahui apa arti sebenarnya nama Pegunungan Bintang? Juga belum
diketahui siapa, kapan dan kenapa diberi nama
Pegunungan Bintang?.
Karena keterbatasan
informasi yang demkian menentang dan
OkNews untuk mengungkap sepintas
sejarah nama Pegunungan Bintang maka informasi berikut ini kami mengeksplorasinya
berdasarkan beberapa kajian literatur yang ada.
Dari hasil
penelusuranterhadap sejumlah literatur berbahasa Belanda dan Inggris ditemukan
bahwa nama Pegunungan Bintang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
Sterrngebergte atau Star Mountain dalam bahasa Inggris. Nama tersebut dikenal pada
zaman ekspedisi bangsa Eropa untuk wilayah Timur Pegunungan Tengah Papua sampai
di Papua New Guinea tetapi arti penamaan wilayah ini sebagai
Sterrngebergte atau Star Mountain belum diketahui secara pasti.
Namun beberapa
literatur tentang penamaan gunung di Amerika Serikat mungkin bisa memberikan
sedikit gambaran atas penamaan tersebut. Penamaan yang mirip untuk sebuah
gunungan di Cascade, Okangen, Barat Daya Washington, Amerika Serikat, yakni
Silver Star Mountain. Wilayah ini
dinamakan
Star Mountain di Papua
karena pola lima pengunungan yang menonjol yang memancar dari puncak dalam
bentuk bintang. Kedua gunung mendominasi cakrawala timur dari Vancouver,
Washington. Besar kemungkinan
Sterrngebergte
atau
Star Mountain di Papua juga
diberikan nama dasar bentangan pegunungan yang menonjol membentuk bintang,
puncaknya terdapat salju (Puncak Mandala) dan memancarkan cahaya mendominasi
sebagai wilayah timur pegunungan tengah Papua.
Secara umum wilayah
yang disebut sebagai
Sterrngebergte
atau
 Star Mountain ini mencakup wilayah Papua
New Guinea dan Indonesia. Di Papua New Guinea Guinea, di wilayah Pegunungan
Bintang
(Star Mountain) terletak
sebagai di wilayah Provinsi Sandaun, Western Province dan Provinsi Westtern
yakni: Bimil, Faimol, Mianmin, Setaman, Talfalmin, Telefolmin, Urapmin, Tabubil
dan Oksapmin. Sejumlah sejumlah daerah yang disebutkan diatas dalam keseharian
masyarakat Papua New Guinea menyapa mereka sebagai orang
“Star Mountain”.  Menyebutkan
ini cukup terkenal di Papua New Guinea juga dampak setelah beroperasinya sebuah
tambang emas di Tabubil, yakni “Ok Tedi Mining” sepanjang wilayah
Star Mountain. Lokasi pertambangan ini
termasuk hak ulayak suku bangsa di Papua, yakni wilayah Kabupaten Pegunungan
Bintang saat ini dan beberapa wilayah di Kabupaten Yahukimo bagian timur,
seperti Distrik Langda, Sumtamon dan Bomela.
Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”
Wilayah yang
termasuk
Star Mountain ini merupakan
jatung baik dari segi letak geografis maupun dari potensi kandungan mineralnya.
Hulu 4 (empat) sungai besar yang menjadi poros dan menghidupkan sebagian besar
suku-suku bangsa yang mendiami pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland
yakni Sungai Mamberamo Tengah dan Sungai Digul di wilayah Provinsi Papua serta
Sungai Sepik dan Sungai Fly di wilayah Papua New Guinea, semuannya berasal dari
wilayah Pegunungan Bintang. Sungai Mamberamo dan Sungai Sepik mengalir ke arah
utara pulau Papua dan bermuara di Lautan Pasifik, sementara sungai Digul dan
Sungai Fly mengalir ke arah selatan dan bermuara masing-masing di Lautan
Arafura dan Daru, Western Province.
Gugusan Star Mountain ini, menurut situs web The Papua Insects Foundation terdiri
dari beberapa puncak gunung, yaitu Gunung Julianan (Puncak Mandala) setinggi
4700 meter, Gunung Goliath (Puncal Yamin) tingginya 4595 meter, Gunung Antares
4170 meter dan Gunung David 4581 meter.
Dari sejumlah
puncak gunung tersebut, Puncak Juliana merupakan puncak tertinggi yang ada di
gugusan Pegunungan Bintang. Orang asli Pegunungan Bintang yakni
Suku Ngalum dan Suku Ketengban menyebutnya Aplim-Apom. Mereka memandang gunung ini
sebagai gunung yang sangat sakral bagianya. Menurut mitos penciptaan alam
semesta, termasuk penciptaan oleh
Atngki
(Maha Pencipta). Karena demikian maka sejumlah suku dan sub-suku asli yang ada
dibawa kaki gunung ini menamakan diri sebagai manusia Aplim-Apom.
Nama puncak Juliana
diambil dari Ratu Belanda, Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina. Ratu Juliana
diangkat menjadi ratu Belanda pada 6 September 1948 karena Ratu Wilhelmina
menyerahkan kepemimpinannya kepada Juliana sebagai penerus. Saat masa
kepemimpinannya dilakukan ekspedisi di wilayah
Sterrengebergte dan berhasil menaklukan puncak tertinggi, kemudian
menamakan Juliana. Menurut situs
(www.papuaerfgoed.org)
ekspedisi
Sterrengebergte dilakukan
dibawa pimpinan Leo Brongersma dan GF Venema sebagai pemimpin teknis dan
logistik, bersama anggota ekspedisi dari berbagai bidang, yakni ahli linguis J.
C. Anceaux; ahli geologi Ch. B. Bar, H. J. Cortel dan A. E. Escher; ahli kulit
binatang C. Van Zanten; ahli biologi dan spesialis darah LE Nijenhuis; ahli
antropologi budaya J. Pouwer; ahli tanah JJ Reijnders; ahli geografis fisik
H.Th. Verstappen; ahli zoologi W. Vervoort; ahli kartografer Van Der Weiden;
ali antropologi fisik A.G Liar dan B.O. Van Zanten serta perwakilan pemerintah
Anceaux Pouwer.
Ekspedisi ini
diselenggarakan setelah mendapat laporan dari salah satu perusahaan
pertambangan Nederlands Nieuw Guinea pada tahun 1936-1939 mengenai besar
kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut (Hylkema, 1974; 2). Berdasarkan
laporan tersebut pada tahun 1953
Nederlands
Maatschappijk Onderzoek in Oost-en West Indie
(Persekutuan para geolog
kerajaan Belanda) atas prakarsa Prof. Vening Menesz, bersama-sama mengirim
ekspedisi untuk menyelidiki bagian timur wilayah pegunungan tengah untuk
mengisi bidang putih terakhir pada peta Niuew-Guinea. Persiapan untuk itu
berlangsung selama enam tahun. Kemudian tahun 1959 dibentuklah sebuah Yayasan
tersendiri untuk ekpedisi tersebut, yaitu
Expeditie
Nederlands Niuew-Guinea
(Yayasan Ekpedisi Nieuw Guinea Belanda). Yayasan
ini menunjuk Dr. L. Brongle pemimpin umum dan G.F Venema sebagai pemimpin
teknis (Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012).
Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”
Untuk pelaksanaan
ekpedisi ini, kontrolir J.W. Shoorl, kepala pemerintahan setempat di
Mindiptanah (wilayah Boven Digoel) bagian dari residensi Nieuw-Guinea selatan,
mendapatkan perintah untuk melakukan perjalanan ke lembah Sibil (sekarang
Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang), bagian utara dari Mindiptanah.
Pada bulan Desember 1955 dia memberikan laporan bernada positif tetapi tidak
semua orang menyakininya. Akhirnya diputuskan untuk melakukan sebuah ekpedisi
pendahuluan untuk menyelidiki lembah Sibil. Ekspedisi tersebut dilakukan tahun
1957. Berdasarkan hasil penelusurannya, mereka menyetujui membuka pos di lembah
Sibil. Setelah pendekatan dengan penduduk di lembah Sibil, tim ekspedisi dan
penduduk setempat bekerja selama beberapa tahun. Dibawah pimpinan para ahli,
dibangunlah sebuah lapangan terbang, tepatnya pada 1 Januaru 1958 (sekarang
lapangan terbang Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang). Ekspedisi yang
direncanakan lebih awal belum juga berlangsung karena mereka terlebih dahulu
berkonsentrasi membuka lapangan terbang untuk mempermudah ekspedisi lebih
lanjut. Setelah lapangan terbang selesai dikerjakan, tim melakukan perjalanan
melalui Oksop (hulu sungai Digul) untuk kepentingan ekspedisi dan pada akhirnya
pada tanggal 9 September 1959 tim ekspedisi mengibarkan bendera Belanda di
puncak Juliana (Aplim Apom/puncak Mandala) sebagai akhir ekspedisi
Sterrengebergte. Stelah itu, Brongersma
(pemimpin ekspedisi) berkunjung ke Holandia (Jayapura), disana tinggal beberapa
hari. Kemudian pada tanggal 14 September 1959, kembali ke lembah Sibil untuk
menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan. Brongersma diikutkan Pastor
Jan Van De Pavert OFM. Para tim ekspedisi memberikan sisa-sisa perlengkapan
epedisi kepada Pastor Jan Van De Pavert OFM. Dengan barang itu dia membangun
tempat tinggal di pos pemerintahan di Ok-Sibil (Kustodi Fransiskus Duta Damai
Papua, 2012).
Selanjutnya Pastor
Jan Van De Pavert OFM mulai membangun misi Fransiskan yakni mengabarkan kabar
keselamatan di seluruh lembah Sibil. Tidak hanya dia, ada Pastor Herman Mous
OFM dan Bruder Gabriel Roes OFM, mereka memiliki peran yang sangat penting
dalam pekabaran Injil di lembah Sibil. Disamping itu dibuka sekolah dasar,
tepatnya tanggal 25 Juli 1960 oleh Pastor Herman Mous OFM , dengan jumlah 43
orang murid. Dari situlah mulai berkembang dan menyebar ke wilayah lainnya,
seperti Kiwirok dan Apmisibil. Dalam pengembangannya misionaris tidak sendiri,
mereka dibantu oleh tenaga katekis atau penginjil asal Keerom, Mindiptanah,
Paniai dan lainnya.
Pada tahun 1960-an
kemudian konflik politik antar Belanda dan Indonesia mulai memanas dan saat itu
sekolah-sekolah diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia maka
Sterrngebergte atau Star Mountain diubah kedalam bahasa Indonesia sehingga beruba nama
menjadi “Pegunungan Bintang” dan Punjak Juliana menjadi Puncak Mandala.
Karena demikian
maka selanjutnya nama Pegunungan Bintang digunsksn secara resmi oleh semua
pihak yang memilik kepentingan dengan daerah ini. Misionaris dari Gereja
Katolik dan GIDI menjadi pemeran pertama dan utama dalam mengintroduksikan
peradaban modern kepada Suku Ngalum dan Ketengban. Sejak saat itu pula misionaris
ke dua Gereja ini mempopulerkan nama Pegunungan Bintang versi bahasa Indonesia
kepada penduduk asli yang mendiami daerah yang menjadi sasaran pelayanan
pekabaran Injilnya.
Di pihak Provinsi
Papua (waktu itu Irian Jaya) maupun Pemerintah Kabupaten Kabupaten Jayawijaya,
nama Pegunungan Bintang diadopsi untuk digunakan, khususnya untuk urusan-urusan
politik dan pemerintahan. Diawali diawali dengan pembentukan tiga Kecamatan di
wilayah Pegunungan Bintang, yakni Kecamatan Oksibil, Kecamatan Okbibab dan Kecamatan
Kiwirok. Selama lebih dari 3 dekade (30 tahun lebih), Pegunungan Bintang
menjadi bagian integral dari Wilayah Administrasi Pemerintah Kabupaten
Jayawijaya.
Pada masa
pemerintahan Bupati Jayawijaya J B Wenas (1990-1997). Pegunungan Bintang
diusulkan kepada pemerintah tingkatan atas untuk diproses menjadi sebuah
Kabupaten Otonom Baru karena jangkauan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan bagi penduduk yang hidup di wilayah Pegunungan Bintang sangat
sulit dijangkau dari Wamena. BAPPEDA Jayawijaya merancang beberapa Kabupaten
baru sebagai upaya pemekaran dari kabupaten induk Jayawijaya dalam beberapa
versi. Setiap versi selalu ada nama calon Kabupaten Pegunungan Bintang.
Tokoh-tokoh
masyarakat asli Pegunungan Bintang, khusnya Bapak Engelbertus Kakyarmabin yang
saat itu menjadi Anggota DPRD Kabupaten Jayawijaya memberikan dukungan penuh
untuk rencana pemekaran ini. Aspira pemekaran mengkristal dari berbagai
komponen masyarakat Pegunungan Bintang, baik di Pegunungan Bintang, Jayapura
maupun Wamena. Bapak Drs. Theo B Opky (Alm) dan Bapak Enos Kalakmabin yang
menjadi Anggota DPRD Jayawijaya dalam masa reformasi periode pertama
(1999-2003) memberikan dukungan kencang terhadap rencana pemekaran ini.
Akhirnya pemerintah secara resmi membentuk 14 Daerah Otonom Baru (DOB) di
Provinsi Papua melalui UU No. 26 Tahun 2002 tentang Pemekaran 14 Kabupaten di
Provinsi Papua.
Kiranya informasi
ini dapat memperkaya pengetahuan bagi para pembaca dan diharapkan kedepan ada
kajian yang konprehensip untuk pelurusan sejarah Pegunungan Bintang.
(Melkior N.N Sitokdana).
Referensi:

  • http://rozenbergquar-terly.com
  • http://papuaaerfgoed.org
  • Situs: The Papua Insects Foundation
  • Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012
Posted by: Admin
Copyright ©Tabloid WANI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.