Dark
Light
Today: October 7, 2024
6 years ago
116 views

Sarang Semut Papua, Jaga Stamina Tubuh

Sarang Semut Papua, Jaga Stamina Tubuh
Tumbuhan epifit sarang semut (Myrmecodia pendens, Merr&Perry). (Foto: artemisinine.net).

Jayapura — Pernah dengar minuman dari rebusan tumbuhan sarang semut? Minuman yang memiliki rasa seperti teh tetapi lebih pekat itu, memang berasal dari batang sarang semut. Batang sarang semut diiris tipis-tipis lalu dijemur, kemudian direbus, sampai air rebusannya tersisa sedikit dan berwarna seperti teh.

Sarang semut, menurut Wikipedia, adalah istilah Indonesia untuk menyebut genus Myrmecodia, suatu genus tanaman mirmekofita epifit berasal dari Asia Tenggara dan kepulauan besar yang terbentang sampai Queensland, Australia. Istilah Myrmecodia berasal dari bahasa Yunani myrmekodes, yang berarti “mirip semut” atau “dikerumuni semut”.

Sarang semut, tumbuh pada dahan atau batang tumbuhan dan banyak ditemukan di daerah Papua. Tumbuhan ini bersifat epifit, artinya menempel pada tumbuhan lain. Tidak hidup secara parasit pada inangnya, tetapi hanya memanfaatkannya untuk menempel.

Tumbuhan ini memang membentuk ruang atau lubang seperti sarang semut, dan memiliki labirin di dalam batangnya yang menjadi tempat hidup bagi semut.

Batang sarang semut yang membesar memiliki bentuk yang menyerupai umbi. Batang ini ternyata memiliki banyak manfaat, baik untuk daya tahan tubuh atapun mengobati berbagai penyakit.

Peneliti Ediati Sasmito dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, meneliti umbi tanaman sarang semut (Myrmecodia sp). Hasil penelitiannya, seperti dikutip dari Kompas (5/8/2010), menunjukkan umbi tanaman sarang semut mengandung zat aktif imunomodulator atau zat pengaktif sistem kekebalan tubuh manusia, yang dapat dijadikan obat beberapa penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan daya tahan tubuh.

Umbi tanaman sarang semut merupakan obat yang bersifat panasea. Artinya, umbi sarang semut dapat mengobati segala macam penyakit, mulai dari penyakit ringan seperti wasir dan rematik hingga penyakit berat, misalnya kanker payudara dan kanker prostat.

Tim peneliti mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yakni Arius Suwondo, Felicia Widyaputri, Marika Suwondo, dan Prenali Satmika, dalam penelitian berjudul “Myrmecodia Peden: Alternatif Kemoterapi Kanker Payudara dengan Efek Samping Minimal”, membuktikan sarang semut mampu menghambat dan bahkan membunuh sel kanker.

Penelitian itu juga berhasil mengantarkan keempat mahasiswa tersebut meraih medali emas pada Pimnas XXIV di Universitas Hasanuddin, Makassar, 19-21 Juli 2011.

Sarang semut diketahui mengandung flavanoid dan polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Selain itu, sarang semut juga mengandung tokoferol dan alfa-tokoferol, zat dengan aktivitas antioksidan tinggi yang mampu menghambat radikal bebas.

Arius Suwondo di Fakultas Kedokteran UGM, dikutip dari ugm.ac.id, pada Selasa (26/7/2011), mengatakan hasil uji sitotoksik ekstrak sarang semut membuktikan mampu menghambat, bahkan membunuh sel kanker melalui mekanisme apoptosis, yaitu mematikan sel kanker dengan cara terprogram tanpa menimbulkan rasa sakit pada penderita.

Pemerian Botan Tumbuhan Sarang Semut

Tumbuhan sarang semut, menurut Wikipedia, merupakan tumbuhan epifit yang menggantung atau menempel pada tumbuhan lain yang lebih besar. Batangnya menggelembung dan di dalamnya banyak terdapat ruang atau rongga kecil yang dihuni semut.

Tumbuhan sarang semut banyak dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Papua Nugini, Filipina, Kamboja, Malaysia, Cape York, Kepulauan Solomon, dan Papua. Di Papua, populasi sarang semut sangat banyak ditemui di dataran tinggi di atas 600 meter di atas permukaan laut untuk berkembang biak.

Sarang semut, dikutip dari alauddin.ac.id, merupakan tumbuhan yang berasal dari Papua. Walaupun sarang semut ini tidak hanya terdapat di Papua, keragaman sarang semut di pulau tersebut paling tinggi. Sebaran Myrmecodia, juga terdapat juga di Ambon, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan.

Sarang semut banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, dan sangat dijumpai pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh.

Secara morfologi, sarang semut mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda, kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua, umbinya hampir selalu berduri.

Dalam umbi sarang semut terdapat labirin yang dihuni oleh semut atau cendawan. Keunikan tumbuhan ini terletak pada koloni semut yang bersarang pada umbi sehingga terbentuk lubang -lubang atau labirin.

Pusat penelitian dan pengembangan zoologi mengidentifikasi semut di dalam labirin adalah jenis Ochetellus sp. Simbiosis mutualisme terjadi di antara semut dan Myrmecodia. Semut akan melindungi Myrmecodia dari herbivora dan predator lain, Myrmecodia menjadi rumah nyaman sekaligus menyediakan sumber pakan untuk kelangsungan hidup koloni semut.

Tumbuhan sarang semut memiliki satu cabang, atau jarang bercabang. Batangnya tebal dan ruasnya pendek, berwarna cokelat muda hingga abu-abu.

Daun sarang semut tunggal, bertangkai, tersusun menyebar, namun lebih banyak terkumpul di ujung batang, dan berwarna hijau. Bentuknya jorong. Helaian agak tebal, lunak dengan ujung tumpul dan pangkal meruncing. Bagian tepi rata, permukaan halus, dan tulang daun berwarna merah.

Pembungaan dimulai sejak terbentuknya beberapa ruas (internodal) pada batangnya dan ada pada tiap nodus (buku), bunga berwarna putih. Sarang semut adalah tumbuhan yang melakukan penyerbukan sendiri.

Nama ilmiah tumbuhan sarang semut menurut Plantamor adalah Myrmecodia pendens, Merr & Perry, dari Keluarga Rubiaceae.

Di Indonesia, tumbuhan ini dikenal dengan nama berbeda-beda. Di Papua, sarang semut disebut sebagai nongon. Di Jawa dikenal sebagai urek – urek polo. Sedangkan di Sumatera disebut kepala beruk dan rumah semut.

Kegunaan sarang semut yang semakin meluas untuk pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit menyebabkan tumbuhan ini dieksploitasi dari tempat tumbuhnya di hutan.

Akan tetapi eksploitasi ini tidak diiringi dengan penanaman kembali, sehingga populasi sarang semut berkurang. Terhitung keberadaannya di Kalimantan tengah sudah hampir memasuki katagori langka, selain disebabkan eksploitasi dari tempat tumbuhnya, juga karena pembabatan hutan secara liar untuk perluasan lahan produksi.

Hal itu juga menyebabkan masyarakat Kalimantan Tengah masih banyak yang belum mengetahui tanaman ini tumbuh di Kalimantan. Di Papua, tumbuhan ini masih banyak dijumpai, tapi apabila eksploitasi terus-terusan terjadi tumbuhan ini juga bisa-bisa hanya tinggal nama.

Manfaat Herbal Tumbuhan Sarang Semut

Kandungan kimia dari umbi sarang semut, dikutip dari uin-alauddin.ac.id, antara lain flavonoid, tanin, polifenol, tokoferol, mineral-mineral lain seperti kalsium, besi, fosfor, natrium, kalium, seng, magnesium.

Sarang semut selain mampu mencegah dan mengobati kanker juga efektif membantu penyembuhan penyakit gangguan jantung, wasir, rematik, stroke, maag, gangguan fungsi, prostat, pegal linu, melancarkan ASI, migren, melancarkan pembuluh darah, lever, memulihkan gairah seksual, juga mampu menghambat enzim xantin oksidan yang memicu asam urat dan radikal bebas.

Dr Ir M Ahkam Subroto, MApp Sc,APU dan Hendro Saputro, Peneliti LIPI Cibinong Science Center, dalam bukunya yang berjudul Gempur Penyakit dengan Sarang Semut (penerbit Penebar Swadaya Jakarta, 2006), mengungkapkan, senyawa aktif yang terkandung dalam sarang semut itu adalah flavonoid, tanin, dan polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh.

Selain itu dalam sarang semut juga ditemukan kandungan senyawa yang bermanfaat lain, seperti tokoferol, magnesium, kalsium, besi, fosfor, natrium, dan seng.

Senyawa aktif polifenol yang terkandung dalam sarang semut memiliki banyak khasiat, yaitu sebagai antimikroba, antidiabetes, dan antikanker. Selain itu flavonoid juga dimanfaatkan untuk mencegah dan mengobati beberapa penyakit seperti asma, katarak, diabetes, encok/rematik, migrain, wasir, periodontitis dan kanker.

Sarang semut diketahui juga mengandung senyawa antioksidan, vitamin, mineral dan asam formiat. Antioksidan pada semut berperan dalam pembentukan koloni dan menjaga tempat telur jauh dari kuman penyakit.

Penelitian awal tentang karakter morfologi dan anatomis tumbuhan Myrmecodia, Jack., dikutip dari ugm.ac.id, sudah dilakukan oleh peneliti asing antara lain Lam (1804), Forbes (1880), Treub (1883), Beccari (1884-1886), dan Huxley (1978).

Area penelitian yang dilakukan ialah di daerah Papua New Guinea (sekarang Papua Nugini, Red), dengan spesies yang diteliti ialah Myrmecodia tuberosa, Myrmecodia pulvinata, dan Myrmecodia platytyrea. Menurut Subroto dan Saputro (2006), di Indonesia khususnya di area pegunungan Papua, tumbuhan Myrmecodia yang paling sering dijumpai ialah Myrmecodia pendens. Karena itu, sangat diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur anatomis dan perkembangan umbi pada batang Myrmecodia pendens habitat di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.

Qui Kim Tran dkk, dari University National of Hochiminch City, Vietnam, dan Toyama Medical and Pharmaceutical University, meneliti by ki nam, sebutan sarang semut di Vietnam dari Tinh Bien, Provinsi Angiang dan Provinsi Lamdong. Penelitian difokuskan terhadap tiga sel kanker yang amat metastesis alias mudah menyebar ke bagian tubuh lain, seperti kanker serviks, kanker paru, dan kanker usus. Masing-masing hasil ekstraksi itu lalu diberikan kepada setiap sel kanker.

Hasilnya menakjubkan, sarang semut mempunyai aktivitas antiproliferasi, yang berarti menghambat proses perbanyakan sel tersebut.

Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, guru besar Jurusan Farmasi Universitas Indonesia, menyebutkan tanaman epifit sarang semut memang potensial sebagai obat. Sedangkan uji penapisan yang dilakukan Dr Muhammad Ahkam Subroto dari Peneliti LIPI Cibinong Science Center membuktikan, sarang semut mengandung flavonoid dan tanin.

Flavonoid, dapat meningkatkan air susu ibu. Menurut ahli gizi Institut Pertanian Bogor, Ahmad Sulaeman PhD, flavonoid bersifat laktagogal yang mengandung hormon penting untuk merangsang dan melancarkan air susu ibu.

Di samping itu nongon (sebutan sarang semut di Lembah Baliem) juga mengandung tokoferol. Tokoferol mirip vitamin E yang berefek antioksidan efektif. Menurut Prof Dr Elin Yulinah Sukandar, guru besar Farmasi ITB, kandungan tokoferol itu cukup tinggi. Tokoferol berfungsi sebagai antioksidan dan antikanker, yang menangkal serangan radikal bebas dengan cara antidegeneratif.

Tim peneliti dari Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, dan Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, telah meneliti dengan melakukan uji toksisitas ekstrak etanol sarang semut lokal Aceh terhadap larva udang . Hasil penelitian menunjukkan sarang semut asal Aceh memiliki kandungan senyawa aktif berbeda dibandingkan sarang semut Papua, namun keduanya memiliki sifat toksisitas akut yang hampir sama terhadap larva udang Artemia salina, Leach.

Sedangkan tim peneliti dari Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, melakukan studi botani dan fitokimia tiga spesies tanaman sarang semut. Mereka melakukan studi kajian botani dan fitokimia dari tiga spesies tanaman sarang semut yang dikenal masyarakat lokal Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.

Hasil penelitian mereka menyebutkan ketiga spesies tanaman sarang semut berhasil dilakukan determinasi dan dikaji secara anatomi dan morfologinya berturut-turut dengan nama Myrmecodia beccarii, Myrmecodia sp., dan Hydnophytum sp. Dari hasil penapisan fitokimia ketiga spesies tanaman sarang semut mengandung senyawa kimia golongan flavonoid, terpenoid, saponin, dan tanin polifenol.

Mereka berkesimpulan penelitian itu menunjukkan adanya perbedaan anatomi dan morfologi serta kandungan senyawa kimia dari ketiga spesies tanaman sarang semut yang tumbuh di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.

Harnita dari Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, meneliti “Pengaruh infusa sarang semut terhadap efek sedasi pada mencit (Mus muscullus)”.

Penelitiannya didasari pada pemikiran salah satu cara untuk mengatasi insomnia adalah dengan memberikan obat sedatif-hipnotik. Namun jika terlalu banyak mengonsumsi obat-obat sedatif hipnotik, terdapat efek akumulasi selain efek samping, yaitu kerusakan degeneratif hati serta reaksi alergi yang kerap kali muncul pada pasien.

Hanita elirik tumbuhan sarang semut. Hasil penelitiannya menunjukkan infusa sarang semut (Myrmecodia pendens) dapat memberikan efek sedasi pada mencit (Mus musculus). Senyawa yang diduga berkhasiat sebagai sedatif adalah flavonoid.

Wandy Margo dari Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha Bandung juga meneliti mengenai efek sitotoksik ekstrak etanol tanaman srang semut terhadap karsinoma kolon pada kultur sel WiDr. Karsinoma kolon merupakan salah satu kanker saluran cerna yang umum terjadi dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia.

Penatalaksanaan kanker kolon dengan kemoterapi dan radioterapi selain memerlukan biaya yang sangat banyak juga memiliki efek samping dan tingkat resistensi yang cukup tinggi. Pengobatan alternatif dengan menggunakan herbal dalam hal ini ekstrak etanol tanaman sarang semut sebagai obat antikanker, diharapkan tidak memerlukan biaya yang banyak dan memiliki efek samping yang lebih minimal.

Penelitian Wandy dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanol tanaman sarang semut dan Inhibitor Concentration 50 (IC50), terhadap karsinoma kolon pada kultur sel WiDr. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi ekstrak etanol tanaman sarang semut yang bersifat toksik terhadap kultur sel WiDr dan memiliki dosis IC50 sebesar 121,059 mikrogram/ml.

Copyright ©Satu Harapan “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.