Dark
Light
Today: July 27, 2024
6 years ago
39 views

Mahasiswa Papua Mulai Marak Mengenakan Koteka di Kampus

Mahasiswa Papua Mulai Marak Mengenakan Koteka di Kampus
Mahasiswa berbusana koteka Divio Tekege di ruang kuliahnya.

Jayapura — Sikap mengenakan pakaian adat khas Papua berupa koteka di kampus mulai marak dilakukan di sejumlah kampus di Kota Jayapura. Sikap mencintai budaya lokal itu bermula dari Devio Tekege, seorang mahasiswa Universitas Cenderawasih Jayapura, yang mulai mengenakan pakaian adat koteka saat kuliah di kampus pekan lalu.

Pantauan Jubi tak hanya di Uncen, namun juga Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) dan Sekolah Tinggi Hukum Umel Mandiri.

“Kalau saya pakai busana adat trus kalau teman-teman pake pakaian batik itu apa bedanya?” ujar Albertus, seorang mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

Albertus mengaku merasa percaya diri mengenakan pakaian adat khas Papua itu, bahkan ia berani berargumen saat ditegur dosen. Menurut dia, koteka sama saja dengan pakaian adat lain, termasuk batik yang banyak dikenal di masyarakat luar Papua.

Selain Albertus, mengenakan koteka di kampus juga dilakukan Hoseri Edowai dan Idewereknak Arabo, di Sekolah Tinggi Hukum Umel Mandiri. Mereka melakukan aksi mengenakan koteka ke kampus karena terinspirasi Devio Tekege yang cinta budaya Papua.

Tak hanya koteka, mereka juga menggunakan noken untuk menyimpan buku dan masuk ruang kuliah seperti biasa.

Koteka adalah jenis pakaian tradisional dari pedalaman Papua. Pakaian ini terbuat dari labu untuk menutup kemaluan pria. Area penis yang ditutup dan bagian lain polos  — Baca ini: (The Indonesian Man’s Burden: Tentang Koteka dan Menyelamatkan Papua dari Ketidakberadaban).

Mengenakan koteka mendapat dukungan dari anggota legislatif Papua, John NR Gobay yang menilai sikap mahasiswa itu sangat positif.

“Bagi saya ini bentuk pengungkapan jati diri,” ujar John Gobay.

Menurut Gobay, aksi mengenakan pakaian adat bukan soal memalukan, melainkan keberanian menunjukkan dirinya sebagai anak Papua dari dengan budaya koteka. Gobay mengaku kagum dengan sikap pengakuan yang diekspresikan lewat penggunaan pakaian adat.

Ia menilai pengunaan pakaian ada sebagai sikap positif ekspresi mahasiswa yang muak dengan penghancuran budaya atas nama modernisasi dan budaya nasional yang terpusat.

“Saya lihat mereka mau tunjukan bahwa ini saya orang asli dan walau orang tua saya masih koteka saya bisa sekolah tinggi..dan juga mereka tunjukan bahwa orang koteka masih eksis di tanah ini,” katanya. (*)
___________________________

Tahun 1970-an pemerintah Indonesia melakukan operasi tumpas koteka di daerah pegunungan Tengah dan puncaknya adalah tahun 1976-78 yang menewaskan ribuan orang dan menghancurkan kampung-kampung, ternak babi dan kebun-kebun kami. Dalam beberapa laporan internasional menulis dengan jumlah korban yang berbeda. Asia human right melaporkan 4.146 orang (AHRC and ICP 2013), sedangkan Catholic Justice and Peace Commission of the Archdiocese of Brisbane dilaporkan 25 ribu orang (APCAB, 2016). Peristiwa itu kemudian menimbulkan gelombang pengungsi secara besar-besaran — Baca selengkapnya ini: (Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP)

Copyright ©Tabloid JUBI “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.