Tuding biang masalah di Papua, GARDA Papua desak tutup Freeport, tampak Yalmi Waro, Ketua Garda Papua saat berikan keterangan pers ke awak media. |
Jayapura — Gerakan Demokratik Rakyat Papua (Garda-Papua) mengaku akan berjuang untuk menghentikan segala aktifitas PT. Freeport Indonesia, di Timika, Papua. PT. FI disebut merupakan dalang sumber masalah bagi orang Asli Papua.
Gerakan yang dibentuk bulan Mei ini, akan terus menyuarakan kepentingan orang Papua, seperti memperjuangkan bangunan pasar bagi Mama-mama Papua di seluruh kabupaten di Papua, stop militerisme, dan tutup Freeport.
(Lihat ini: PT Freeport Keruk 210 Kg Emas di Papua Dalam Sehari)
Keseriusan dalam tiga agenda utama itu, pihaknya akan terus melakukan dialog publik untuk mencari formula terhadap menyelesaikan tiga agenda tersebut. Salah cara yang akan dilakukan dalam waktu dekat adalah melakukan aksi damai di Kota Jayapura.
“Kongres bulan Mei kemarin memutuskan desakan utama itu, tutup Freeport, bangun pasar mama- mama di seluruh Tanah Papua karena nasib mama – mama ini semua sama di Papua ini, bukan di Jayapura saja tapi seluruh Papua. Kami akan melakukan aksi tanggal 3 September 2018”, kata Yalmi Waro, Ketua Garda Papua kepada TIFA Online usai melakukan Diskusi Publik dengan tema ‘Tutup Freeport, Stop Militerisme, dan Bangunan Pasar Khusus Bagi Pedagang Asli Papua’ di Asrama Mahasiswa Tauboria, Sekolah Tinggi Fajar Timur (STFT), Selasa, (28/8/2018).
Agenda utama lainnya, adalah stop militerisme karena kekerasan terus terjadi di Papua tetapi aparat tidak pernah diadili dalam persidangan.
“Kekerasan terus meningkat, tarik kembali atau bersihkan di Tanah Papua biarkan Papua mengurus Papua sendiri.”, katanya lagi.
Sementara Ketua Soldaritas Pedagang Asli Papua, Natan Tebai menyatakan bahwa pemerintah harus membuat pasar modern bagi orang asli Papua
“pemerintah harus memberikan tempat yang layak paling tidak sama dengan pasar yang lain yang ada di Papua, kami menyerukan agar di bangun di seluruh Tanah Papua, bukan hanya di Jayapura tapi si seluruh Papua. Itu misi organisasi”, tegas Natan Tebai lagi.
(Baca ini: FMPPF: Mau Berapa Persen dari Freeport, itu Bukan Jawaban!)
Natan menjelaskan pasar Mama-mama yang ada di Kota Jayapura, hadir dalam pemerintahan Jokowi. Namun pasar tersebut belum jelas rimbanya.
“Masalahnya pasar yang dibangun begitu tanpa surat hibah terus kejelasan status dari Mama-mama itu sampai berapa tahun untuk menjadi hak milik, bukan hanya memberikan solusi ke mama – mama tapi hanya memberikan masalah baru ke Mama-mama.” ucapnya.
Selain itu, proses pemindahan Mama-mama Papua ke tempat baru terkesan dipaksakan, karena belum terdata, kemudian timbul masalah listrik diputus karena belum ada yang bertanggung jawab atas hal itu. Masalah lain desain pasar di Kota Jayapura tidak sesuai dengan kebiasaan orang Papua dalam berdagang.
“Pembuatan tempat jualan Mama-mama itu tidak sesuai dengan adat atau kultur kebiasaan menjual Mama-mama. jadi Mama-mama dipasar itu kalo menjual dia harus duduk tidak bisa berdiri.”katanya lagi.
(Simak: Freeport Indonesia Dapat 20 Tahun Lagi, Pemerintah RI “kantongi” 51 persen)
Copyright ©TIFA Online “sumber”
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com