Gubernur Papua Lukas Enembe. |
Jakarta — Para pejabat dari anggota DPRD dan Pemprov Papua yang dipimpin oleh Gubernur Lukas Enembe dan Ketua DPRD Papua, Yunus Wonda, dinilai panik dengan ketika bertemu anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sementara melakukan investigasi tindak pidana korupsi sehingga terjadi penganiayaan kepada anggota KPK tersebut.
“Jadi setelah tahu bahwa itu KPK mestinya kooperatif bukan kemudian melakukan penganiayaan. Memang itu kelihatannya mereka panik dan kemudian main hakim sendiri,” terang Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Kamis (7/2/2019).
Bonyamin menegaskan bahwa siapa saja harus menghormati para penegak hukum. Aksi penganiayaan yang dilakukan oleh oknum anggota DPRD dan Pemprov Papua tepatnya di Hotel Borobudur, Sabtu (2/2/2019) sebagai sebuah tindakan yang tidak terpuji.
Boyamin lantas mendorong KPK mengambil-alih kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran pendidikan berupa beasiswa untuk mahasiswa Papua pada tahun anggaran 2016 yang ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Kasus tersebut turut menyeret nama Lukas.
“KPK harus mensupervisi kasus (dugaan korupsi) dana beasiswa di Bareskrim, kalau perlu itu diambil alih KPK sehingga semua tertangani dengan baik,” kata dia.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (PUKAT FH UGM), Oce Madril menyatakan KPK tetap harus melanjutkan penyelidikan dugaan korupsi di pemerintah daerah Papua. Oce menyebut lembaga antikorupsi itu saat ini tinggal mengumpulkan sejumlah bukti-bukti tambahan.
“Kasus intinya tetap harus diusut oleh KPK, tentu KPK hrus melakukan proses hukum sesuai dengan bukti-bukti yang ada,” kata Oce.
Copyright ©Harian Papua “sumber”
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com