Pulau Matthew dan Pulau Hunter adalah dua pulau kecil dan tidak berpenghuni di Pasifik Selatan, yang terletak 300 kilometer (190 mil) di timur Kaledonia Baru dan tenggara Kepulauan Vanuatu. |
St. Matthew Island – Vanuatu tetap optimis terkait negosiasi Pulau Matthew dan Hunter yang disengketakan dengan Perancis yang diketahui sedang melakukan aksi penguatan terkait kedua pulau itu, jelas seorang anggota Parlemen Vanuatu.
Pada Januari lalu, Angkatan Laut Perancis melakukan misi kunjungan ke kedua pulau yang tak berpenghuni tersebut, dan dilaporkan mengambil tindakan penguatan atas kedaulatannya dengan mendaratkan prajuritnya untuk memperbaiki fondasi dan cat bendera negara tersebut yang telah memudar di salah satu dinding batuan di pulau kecil di Pasifik itu, seperti dilansir dari Radio NZ.
(Baca ini: Vanuatu, “si Kecil” Pendukung Pemerdekaan Papua)
Johnny Koanapo, yang mewakili Vanuatu dalam pembicaraan dengan Perancis, mengatakan bahwa tindakan sepihak Perancis itu telah mempersulit negosiasi yang sedang dilakukan.
“Kami, penduduk Vanuatu, tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Kami menaruh perhatian terkait apa yang mereka lakukan dan menginginkan agar Perancis memberikan sebuah penjelasan yang masuk akal,” jelasnya.
Menteri Luar Negeri Vanuatu Ralph Regenvanu menuntut penjelasan dengan memanggil representatif Perancis di Port Vila minggu lalu atas kejadian itu dan sebuah nota protes sedang disiapkan untuk dikirim ke Presiden Perancis, ungkap Koanapo.
Koanapo adalah seorang anggota parlemen dari Pulau Tanna, yang kepala-kepala sukunya secara historis sering mengunjungi Pulau Matthew dan Hunter untuk melakukan ritual dan upacara adat.
Menurutnya, kehadiran Perancis telah membuat masyarakatnya takut untuk melakukan tradisi yang telah dilakukan turun-temurun.
Ketika Perancis menjajah wilayah itu, mereka tidak mengembalikannya kepada kita setelah periode dekolonisasi dilakukan yang membuat segala sesuatunya menjadi rumit. Jadi bagi para tetua adat kami yang sering datang ke tempat itu, tidak lagi mau pergi kesana.
“Hal ini sama dengan tidak menghormati masyarakat kami, melecehkan budaya kami, dan jelas sangat tidak tepat,” tegas Koanapo.
Walau Vanuatu telah mengakui bahwa kedua pulau itu sedang disengketakan, namun mereka masih menunggu Perancis untuk menyatakan posisi definitifnya terkait pulau-pulau itu, menurut Koanapo yang juga merupakan kepala tim negosiasi selama pembicaraan pertama yang telah dilakukan di Sydney, Australia.
(Baca ini: FLNKS Dukung Vanuatu dalam Sengketa Pulau Melawan Prancis)
Dialog dan negosiasi adalah bagian dari pendekatan diplomatis yang harus dilakukan oleh negara manapun untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, agar kita tetap percaya bahwa negosisi mampu menjadi jawaban yang tepat karena dengan negosiasi, kita bisa temukan sebuah solusi.
“Kita telah secara bersama-sama sepakat untuk melakukan negosiasi pada Juni tahun lalu. Kita menunggu Pemerintah Perancis untuk kembali ke meja perundingan. Perancis tidak pernah kembali lagi jadi saya berharap mereka akan lebih serius karena yang kita rundingkan ini terkait identitas masyarakat Vanuatu.” jelasnya.
“Jelas sangat hipokrit bagi Perancis untuk membicarakan budaya dan masyarakat pribumi dan melarang orang Vanuatu untuk mengunjungi kedua pulau itu untuk melakukan aktifitas adat-istiadat yang sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang kami,” tegas Koanapo.
Copyright ©Koreri | Radio New Zealand “sumber”
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com